Kiriman: Ngakan Made Wikrama Jaya, Mahasiswa PS Seni Tari, ISI Denpasar.
Deskripsi Garapan
Tari Dwapara yang menggambarkan tentang polemik kehidupan berpoligami ini akan banyak mengungkapkan tentang pertentangan-pertentangan, intrik-intrik persaingan, pertengkaran sebagaimana peristiwa dalam kehidupan berpoligami. Fenomena ini sengaja penata tampilkan agar masyarakat penonton menghindari hidup berpoligami, karena model kehidupan ini sangat tidak baik untuk ditiru.
Tari Dwapara, yang mengangkat tentang fenomena sosial (poligami) ini akan digarap dalam konsep tari kontemporer. Tari kontemporer adalah sebuah genre seni pertunjukan yang struktur pertunjukannya sudah tidak terikat lagi (bebas) dari pakem-pakem tari tradisional. Hal ini akan dapat membuat penata lebih leluasa dan bebas mengekspresikan ide dalam memvisualisasikan fenomena sosial poligami ini ke dalam sebuah bentuk seni pertunjukan.
Bentuk sebuah karya seni khususnya tari, secara konseptual terwujud berdasarkan sistem nilai budaya masyarakatnya. Nilai budaya merupakan satu kesatuan yang bulat dan tidak dapat dipisahkan. Sistem nilai budaya adalah konsep-konsep hidup dalam alam pikiran sebagian besar warga masyarakat berkaitan erat dengan hal-hal yang mereka anggap bernilai dan bermakna bagi kehidupannya, oleh sebab itu sistem nilai budaya ini berfungsi sebagai pedoman tertinggi bagi masyarakat setempat dalam menentukan kelakuannya. Sistem tata kelakuan masyarakat yang tingkatnya lebih kongkret adalah : aturan-aturan khusus, hukum dan norma-norma, adat yang berpedoman kepada sistem nilai budaya masyarakat tersebut.
Oleh sebab itu, karya tari kreasi baru maupun kontemporer tidak bisa lepas dari unsur budaya masyarakatnya. Beragam garapan tari kreasi yang diciptakan di ISI Denpasar memiliki gagasan penciptaan berbeda-beda. Namun dari sekian banyak garapan itu tampak sangat sarat dengan pesan-pesan pencerahan bagi masyarakat, ataupun kritikan-kritikan terhadap para penguasa. Dari berbagai garapan itu, ada yang digarap dalam konsep tari kreasi baru adapula yang digarap dalam konsep tari kontemporer sebagaimana garapan tari Dwapara ini.
Untuk mempertajam pemahaman tentang kehidupan berpoligami, penata juga mengamati kasus seperti ini melalui tayangan di media TV, surat kabar maupun kejadian di masyarakat. Laki-laki biasanya mengumbar janji manis kepada perempuan yang disukai agar sudi dipoligami. Namun pada kenyataannya tidak demikian adanya, akhirnya mereka disakiti yang terkadang berujung pada masalah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Struktur Pertunjukan
Struktur dari karya seni meliputi bagian-bagian, dimana bagian yang satu dengan yang lainnya itu saling berkaitan dan tersusun sedemikian rupa, sehingga membentuk sebuah garapan yang utuh. Sebagaimana tari kontemporer Dwapara ini memiliki struktur : bagian I (opening), bagian II, bagian III dan bagian IV Ending (Penutup).
- a. Bagian I (Opening)
Menggambarkan keinginan para istri untuk keluar dari kehidupan berumah tangganya karena sehing terjadi ketidakadilan kasih sayang dari suami kepada mereka.
- b. Bagian II
Menggambarkan perbedaan paham dan rasa iri hati diantara para istri akhirnya terjadi pertengkaran.
- c. Bagian III
Keinginan dari suami mempersatukan mereka untuk rujuk kembali sangatlah sulit malah sebaliknya, keinginan untuk meninggalkan suami semakin bulat. Akhirnya suami menyesali perbuatannya dan hidup menyendiri.
Simbol-simbol Dalam Tari Dwapara
Simbol memiliki arti tertentu yang lebih luas daripada apa yang tampil secara nyata, dapat dilihat maupun didengar. Dalam seni tari biasanya terdapat beberapa simbol yang dipergunakan untuk menyampaikan maksud tertentu kepada penonton, baik dengan simbol gerak banyak menggambarkan karakter yang dibawakan. Warna kostum yang dikaitkan dengan isi garapan. Selain itu juga tata rias dan pola lantai juga merupakan simbol dari suatu karya tari.
a. Simbol Gerak
Sebagaimana dikemukakan di atas bahwa tari adalah ekspresi jiwa manusia yang diungkapkan dengan gerak-gerak ritmis yang indah. Gerak-gerak ritmis dan ekspresi pada tari adalah gerak-gerak yang indah yang diberi bentuk dan ritme dari badan manusia dalam ruang yang dapat dihayati keindahannya apabila disajikan oleh penarinya (Bustomi, 1992 : 42-45). Terkait dengan hal itu, untuk mewujudkan tari kontemporer Dwapara ini mempergunakan beberapa gerak, yang bersumber dari gerak-gerak tari Bali. Adapun perbendaharaan gerak tari yang dipergunakan oleh setiap tokoh dalam garapan tari kontemporer ini diantaranya adalah sebagai berikut :
– Gerak melengkung (sebagai kesan dinamis)
– Melompat (gerak berpindah tempat dari satu tempat ke tempat lain)
– Meloncat (gerakan perpindahan kaki di tempat)
– Setengah kayang (badan melengkung ke belakang tanpa tangan menyentuh lantai)
– Canser (perpindahan badan dengan rotasi kaki di geser ke kanan dan ke kiri)
– Berputar (bergeraknya badan melingkar atau di tempat dengan tumpuan kaki)
– Mengalir (bergeraknya bagian tubuh secara perlahan)
– Mengayun (bergeraknya bagian tubuh lebih cepat dari mengalir)
– Selang-seling (motif gerak bergantian)
– Menjambak (gerakan tangan menarik rambut)
– Kontras (motif gerak kanan dan kiri berbeda)
– Simetris (motif gerak kanan kiri sama)
– Merangkul (motif gerak sebagai makna kebersamaan)
– Level (posisi sikap dasar gerak) yaitu :
a. Desain Datar : Badan penari hampir tanpa perspektif yang tampak dari pandangan penonton.
b. Desain Dalam : penonton melihat penari dalam perspektif yang dalam, yaitu anggota badan, yaitu anggota-anggota badan ditempatkan ke arah up stage atau down stage.
c. Desain Vertikal : sebuah garis ke atas dan ke bawah.
d. Desain Horisontal : sebuah garis mengarah ke samping kanan maupun kiri (ke arah horizontal).
e. Desain Kontras : sebuah pose yang menggarap garis-garis bersilang pada tekukan-tekukan yang berlawanan dan mengandung satu kontinuitas garis dalam oposisi.
f. Desain Spiral : sebuah postur atau gerak badan melengkung sekeliling garis tengah.
g. Desain Lengkung : desain yang mempergunakan garis-garis lengkung.
h. Bersudut : sebuah postur anggota badan dan badan ditekuk menyudut.
i. Desain Spiral : desain yang menggunakan lebih dari satu garis lingkaran yang searah pada badan.
j. Tinggi : ruang dari dada penari ke atas.
k. Medium : ruang antara bahu penari dan pinggang.
l. Rendah : ruang yang terletak dari penggang penari ke bawah.
m. Terlukis : sebuah garis yang dilukiskan di udara yang nampak lebih jelas dari anggota badan yang melukis.
n. Garis Lanjutan : garis yang terlukis di udara yang diluar jangkauan badan penari.
o. Garis Tertunda : garis yang terlukis di udara yang terkontrol oleh penari.
p. Asimetris : desain yang dibuat dengan menempatkan garis-garis anggota badan yang kiri berlainan dengan yang kanan.