Kiriman; AAA Kusuma Arini, SST., MS.i., Dosen PS Seni Tari ISI Denpasar.
Tersebutlah tiga raja bersaudara sebagai raja II kerajaan Karangasem yang berpusat di puri Amlaraja yakni I Gusti Bagus Anglurah Wayan Karangasem, I Gusti Bagus Anglurah Nengah Karangasem dan I Gusti Bagus Anglurah Ketut Karangasem yang ingin mengembangkan daerah kekuasaan.
Dalam hal ini ada dua versi. Ada berupa cerita orang-orang tua dan ada pula yang termuat dalam Babad. Menurut versi pertama disebutkan sebagai berikut. Untuk keinginannya itu, ketiga raja menghadap kemenakannya yang telah menjadi Betara bersemayam di Pura Bukit. Ida Betara Bagus Alit adalah kemenakan raja, putra dari satu-satunya saudara perempuan raja yang bernama I Gusti Ayu Rai Ratna Inten. Beliau sebagai seorang yang sakti karena merupakan putra dari Betara Gede Gunung Agung, sudah tahu gelagat pamannya ingin mengembangkan kekuasaan kearah Barat. Kemenakannya kemudian menjawab: “Tidak ada gunanya karena berani melawan raja penguasa Bali yaitu Ida Dewa Agung di Klungkung. Lihatlah ke seberang lautan di Timur kita, tanahnya luas dan subur, bisa akan dikuasai. Arahkan perhatian Uwa ke Nusa Sasak”
Versi kedua menyebutkan adanya keresahan dan perpecahan di pulau Lombok antara kerajaan Selaparang dan Pejanggik. Adalah seorang yang berpengaruh di kerajaan Selaparang bernama Arya Banjar Getas yang diusir oleh raja karena persoalan wanita. Dia seorang yang tampan, pintar dan berwbawa. Suatu saat putri raja jatuh dari tangga lantaran melihat Banjar Getas sedang menghadap ayahnya di balairung. Raja murka mengira Banjar Getas bisa ilmu sihir dan hendak dibunuh kemudian diusir. Banjar Getas kemudian lari kearah Timur sampai di kerajaan Pejanggik. Disini ia juga disayang raja dan diangkat menjadi adipati. Lantaran wanita pula, tatkala istrinya diganggu raja, Banjar Getas berontak dan mengutus adiknya Arya Kertawaksa minta bantuan pada raja Karangasem untuk menyerang kedua kerajaan di Lombok.tersebut. Selanjutnya raja I Gusti Bagus Anglurah Nengah Karangasem meyuruh adiknya I Gusti Bagus Anglurah Ketut Karangasem yang memegang pasukan kerajaan untuk membantu Arya Banjar Getas. Segera raja menentukan hari baik untuk berangkat ke Lombok bersama Arya Kertawaksa. Anglurah Ketut Karangasem yang menjadi pimpinan pasukan, mohon restu dan jimat kekebalan pada Betara Bagus Alit agar selamat diperjalanan sehingga dapat menguasai Lombok. Permohonan itu dijawab oleh beliau, tidak usah membawa jimat dan pergilah ke seberang jangan banyak membawa laskar, nanti akan saya ikuti perjalananmu. Atas petunjuk keponakannya itu, berangkatlah pada hari yang telah ditentukan yaitu Anggara Umanis Perangbakat saka 1614 atau 1692 M.
Pagi-pagi hari itu berangkatlah empat buah perahu berlayar dari pantai Jasri yang dipimpin raja Anglurah Ketut Karangasem bersama Arya Kertawaksa serta diiringi oleh 40 orang prajurit kebal dari desa Seraya. Mula-mula menyusuri pantai, kemudian mengarungi samudra lepas Selat Lombok. Waktu itulah nampak diangkasa yang cerah, ribuan kupu-kupu kuning terbang bergelombang ikut menyeberangi selat Lombok yang terkenal deras arusnya. Kupu-kupu itu datang dari arah Barat Laut mengikuti perahu yang meniti arus, terbang menatap cahaya surya, nampak bagaikan emas gemerlap. Ada beberapa kelompok mendahului perahu, seakan-akan sebagai petunjuk jalan, penunjuk arah yang harus diikuti. Beberapa kelompok yang lebih besar jumlahnya berada di belakang perahu, kadang-kadang melaju ke depan, lagi ke belakang, seolah-olah menjadi tunggul dan bendera kerajaan. Semua orang di atas perahu menjadi heran memandang ribuan kupu-kupu kuning terbang memenuhi angkasa menyertai perjalanan mereka.
Ternyata kupu-kupu kuning yang jumlahnya ribuan inilah diberikan oleh Ida Betara Alit Sakti di Pura Bukit untuk mengikuti perjalanan pamannya. Sesaat setelah keberangkatan perahu yang mengangkut laskar Karangasem itu, daun kayu kepel yang lebat di Pura Bukit, berguguran menjelma menjadi kupu-kupu kuning yang terbang memenuhi angkasa, mengikuti perjalanan raja Anglurah Ketut Karangasem mengembangkan daerah kekuasaan ke Pulau Lombok. Konon pohon kayu kepel yang hingga kini masih kokoh berdiri di Pura Bukit adalah tongkat dari ibunda Betara Alit Sakti tatkala berjalan dari puri Amlaraja menuju arah Timur hingga sampai ke sebuah dataran tinggi yang kemudian disebut Pura Bukit dimana akhirnya tongkat itu ditancapkan.
Sinopsis Tari Kupu-Kupu Kuning Angarung Samudra selengkapnya