Kiriman Kadek Suartaya, SSKar., Msi., Dosen PS. Seni Karawitan
Dalang terkenal Bali asal Desa Sukawati, Gianyar, I Wayan Wija, pertengahan Agustus ini menuju negaranya Barack Obama, Amerika Serikat. Pada awal September nanti, seniman serba bisa Desa Bona, Blahbatuh, I Made Sija, juga akan hadir di Negeri Paman Sam itu. Sebelumnya, pada akhir Februari lalu, beberapa orang pelukis ternama dan sekelompok penari-penabuh Bali telah tampil di negeri multi etnis tersebut. Hingga pertengahan September nanti akan ada lagi para seniman dan sanggar seni dari Bali bertandang ke negeri adi daya itu. Yang menarik, tempat yang dituju oleh para seniman Bali itu adalah kota yang sama yakni San Francisco di negara bagian California. Untuk apa mereka ramai-ramai ke sana?
Selama enam bulan, Februari-September tahun ini, nama Bali berkibar tinggi-tinggi di San Francisco, kota berpenduduk terpadat keempat di California. Sebuah museum terkenal di sana, Asian Art Museum San Francisco, menggelar pameran seni budaya Bali dari tanggal 25 Februari hingga 11 September 2011. Pameran ini disebut-sebut sebagai pameran terbesar dan terlama tentang Bali di AS. Direktur Asian Art Museum,
Dr. Jay Xu, di situs Asian Art Museum, menyebut pameran yang bertajuk “Bali: Art, Ritual, Performance” sebagai pameran terbesar dan terdalam tentang tradisi Bali di seantero Amerika Serikat. Beberapa pengurus Himpunan Museum Bali (sebagai utusan resmi Gubernur Bali), yang dipimpin pelukis I Nyoman Gunarsa, menghadiri dengan rasa bangga dan suka cita pembukaan pameran yang dimeriahkan dengan sajian gamelan dan tari Bali yang dibawakan oleh penabuh dan penari warga negara Amerika.
Para seniman dari Bali diundang secara khusus ke San Francisco, AS, untuk mengisi serangkaian program dalam pameran akbar seni budaya Bali itu. Dalang Wayan Wija akan mementaskan wayang kulit tradisi dan juga mempertunjukkan wayang hasil kreasinya. Seniman sepuh Made Sija akan menunjukkan keempuannya dalam drama tari klasik Bali. Sekaa atau sanggar seni tari-tabuh yang telah dan akan tampil dalam pameran itu menyuguhkan puspa ragam seni pertunjukan Bali dari seni tradisi hingga bentuk-bentuk seni pentas pengembangan. Kehadiran sekian banyak para seniman Bali yang mementaskan aneka jenis seni pertunjukan, selama enam bulan di kota belahan selatan benua Amerika itu, merupakan sejarah baru lawatan kesenian Bali di luar negeri.
Pameran kebudayaan Indonesia di Amerika Serikat sudah beberapa kali digelar, seperti KIAS misalnya pada tahun 1990-an. Akan tetapi pameran khusus tentang seni budaya Bali yang digelar Asian Art Museum San Francisco ini memang istimewa dan cukup lengkap. Selain mementaskan seni pertunjukan Bali, pameran ini juga menunjukkan gengsinya dengan menampilkan koleksi seni yang merupakan koleksi Asian Art Museum dan koleksi yang khusus dipinjam dari Belanda diantaranya Museum Tropen, Amsterdam dan Rijkmuseum voor Volkenkunde, Leiden. Di samping itu, karya seni yang ditampilkan dipinjam dari Library of Congress, Washington DC, Museum of Natural History, New York, dan Fowler Museum, Los Angeles. Selain menampilkan koleksi seni, khusus untuk pameran Bali ini Asian Art Museum juga mengadakan simposium, kegiatan pendidikan untuk anak-anak dan pertunjukan kesenian yang diisi oleh grup-grup kesenian Bali yang berlokasi di San Francisco dan sekitarnya.
Keberadaan kesenian Bali, khususnya gamelan dan seni tari di Amerika Serikat, tak kalah wibawa dengan kesenian dari India, Cina, atau Afrika. Sejak Mantle Hood, pakar musik bangsa-bangsa dari Amerika memboyong sebarung gamelan Bali ke negerinya pada tahun 1956, seni pertunjukan Bali kian menggeliat di sana, dipelajari secara praktis dan teoretis di universitas-universitas ternama dan dieksplorasi sebagai media musikal yang menantang oleh para musisi Amerika. Eksistensi gamelan Bali yang meluas di penjuru Amarika Serikat juga sekaligus disertai dengan perhatian dan pembelajaran tari Bali. Warga Amerika peminat seni pertunjukan Bali, kini sering dapat dipergoki menabuh gamelan dan berlenggok tari Bali di KBRI dan juga Konjen kita di sana.
Di kota San Francisco sendiri, gamelan dan tari Bali, beberapa tahun belakangan, cukup intim dengan masyarakat yang berpenduduk lebih dari 200.000 jiwa itu. Adalah sekelompok penekun gamelan Bali asal kota San Francisko yang bernama Sekar Jaya, sejak berdiri tahun 1979, berkontribusi besar mengibarkan seni pertunjukan Bali di kota itu. Selain Sekar Jaya di San Francisco, keterampilan dan penampilan yang mengagumkan grup-grup gamelan dan tari Bali warga negara Amerika juga dapat dijumpai kota-kota lain. Di New York misalnya, grup gamelan Dharma Swara juga tak kalah tangguhnya. Baik Sekar Jaya maupun Dharma Swara telah pernah unjuk kebolehan dalam pesta kesenian Bali, yang, mengundang decak penonton.
Kita tentu berharap, pameran seni budaya Bali yang kini digelar di kota San Francisco, akan juga mengundang decak kagum masyarakat Amerika. Bagaimana pun, jagat seni merupakan media komunikasi yang humanis dalam pergaulan antar bangsa. Karena itu seni secara ideal dipercaya sebagai media diplomasi budaya, soft diplomacy, yang andal dalam pencitraan bangsa. Masalahnya, sadarkah kita, bangsa Indonesia, yang memiliki modal keragaman budaya nan kaya, memposisikan harkat dan martabat keseniannya sebagai aset bangsa yang penting di era globalisasi ini? Ternyata, tampaknya, belum.