Kiriman I Ketut Gina, Mahasiswa PS. Seni Pedalangan
1). Gedebong
Gedebong atau pohon pisang dalam pertunjukan Wayang Kulit berfungsi untuk tempat menjejerkan wayang-wayang yang mengambil posisi di kelir. Pada saat tokoh wayang yang dimainkan berada pada posisi berdiri, menunduk, maupun duduk, tangkai wayang ditancapkan pada gadebong. Gadebong juga berfungsi untuk menancapkan kayu perentang pada pinggir kelir (kanan dan kiri) dengan posisi vertikal (jelujuh), agar kelir menjadi kencang dan tidak tertekuk-tekuk. Di dalam kitab Dharma Pewayangan disebutkan bahwa gadebong merupakan lambang Pertiwi atau tanah, kelir adalah lambang akasa atau langit dan blencong lambang teja (Triodasa Saksi), yang meliputi Surya, Candra, Wintang Tranggana. Ketiga-tiganya merupakan bagian dari Panca Maha Buta (akasa, teja, bayu, apah, pertiwi).
2). Kelir
Kelir adalah kain putih dibentangkan untuk menggelar wayang, dimana nanti akan muncul bayangan wayang. Dalam Dharma Pewayangan, kelir adalah simbol langit, juga yang membatasi dalang dengan penonton. Akan tetapi pada kenyataannya di lapangan, banyak sekali penonton yang ingin menonton dari balik kelir, agar dapat melihat langsung dalangnya. Pada pagelaran wayang inovatif cenderung menggunakan gayor sebagai tempat untuk mengikatkan tali pembentang kelir. Gayor ada yang dibuat sangat mewah sesuai dengan kebutuhan pertunjukan. Bahannya dari kayu pilihan, ditatah oleh tukang ukir yang berpengalaman, ukiran ini kemudian dipoles dengan cat dasar berwarna merah, kemudian dicat dengan cat warna emas, lazimnya disebut prada, sehingga akan menimbulkan kesan mewah. Ukuran kelir pagelaran wayang inovatif sangat bervariasi, ada yang standar, adapula yang dibuat sangat besar. Hal seperti ini disesuaikan dengan kebutuhan pertunjukan oleh dalang yang akan melakukan pertunjukan. Hal seperti itu sudah tentu akan berpengaruh terhadap penilaian dari masyarakat peminatnya. Kelir yang digunakan dalam pertunjukan Wayang Calonarang lakon Kautus Rarung oleh dalang Ida Bagus Sudiksa adalah kelir yang berukuran normal sesuai dengan ukuran standar kelir tradisi yaitu 2,50 x 1,25 meter.
3). Blencong
Lingkungan masyarakat di Bali, lampu blencong sering disebut sanggokan atau sembe, yang terbuat dari tanah liat kemudian dibakar. Kegunaan blencong adalah untuk alat penerangan oleh dalang di saat pementasan Wayang Peteng. Dalam Kamus Bahasa Jawa-Indonesia, blencong dideskripsikan secara singkat mempunyai kegunaan sebagai lampu untuk penerangan wayang. Dalam pertunjukan Wayang Calonarang lakon Kautus Rarung oleh dalang Ida Bagus Sudiksa, digunakan blencong yang ukurannya hampir sama dengan ukuran blencong pada umumnya. Diameter blencong yang digunaka kurang lebih sekitar 30 cm, tingginya sekitar 28 cm, di dalamnya ada sumbu terbuat dari benang (seperti sumbu kompor minyak tanah), dengan panjang sumbunya sekitar 25 cm, 4 cm di luar, dan sisanya masuk ke badan blencong. Bahan bakar yang digunakan adalah minyak kelapa dengan kapasitas kurang lebih tiga (3) liter. Yang mengontrol nyala blencong di saat pementasan adalah katengkong yang ada di sebelah kanan, agar lebih gampang dari pada katengkong yang ada di sebelah kiri. Tujuan mengontrol blencong agar nyalanya stabil dan tidak menyebabkan pertunjukan terganggu. Tata cahaya yang dipilih oleh dalang Ida Bagus Sudiksa sangat sesuai dengan garapan tradisional. Cahaya blencong mampu memberikan aksen magis dalam pertunjukannya, yang dapat menggiring fikiran penonton seakan dibawa pada masa dimana peristiwa dalam lakon tersebut terjadi. Dalam Dharma Pewayangan disebutkan, bahwa blencong adalah simbol Surya. Cahaya/sinar memegang peranan yang sangat penting dalam sebuah pertunjukan visual. Intensitas cahaya akan mempengaruhi totalitas dari pertunjukan yang digelar. Begitu pula halnya dengan pertunjukan Wayang Calonarang lakon Kautus Rarung oleh dalang Ida Bagus Sudiksa, cahaya yang dihasilkan oleh blencong sangat berpengaruh terhadap jalannya pertunjukan. Sinar yang dihasilkan oleh blencong menyebabkan wayang yang ada di kelir seakan-akan memiliki nafas, sehingga wayang terkesan hidup meskipun di saat jejer wayang. Bayangan yang dihasilkan oleh sinar blencong secara realitas merupakan cerminan sikap, moral dalam kehidupan.
4). Sound System
Alat pembantu pengeras suara atau sound system memegang peranan yang sangat penting di dalam pertunjukan wayang. Sound system yang membantu dalang agar suaranya terdengar keras dan jelas oleh penonton. Jika rangkaian dari pada sound sysitem bagus dan memadai, maka dalang bisa mengatur penekanan suara yang diperlukan untuk tokoh wayang, antara keras dan lembut tanpa mengeluarkan energi penuh. Sound system yang digunakan dalam pertunjukan Wayang Calonarang lakon Kautus Rarung oleh dalang Ida Bagus Sudiksa merupakan sound yang standar milik pribadinya, yang terdiri dari : amplifire ukuran 500 watt, mikrophon, loud speaker (corong) satu buah, dan dua buah colum medium dengan penyangganya. Alat ini sangat mendukung dalam pertunjukan, sehingga suara dalang dan pesan yang disampaikan oleh dalang kepada penonton dapat didengar dengan jelas.
5). Keropak dan Wayang
Keropak wayang adalah tempat penyimpanan wayang. Keropak pada umumnya terbuat dari kayu nangka atau sering disebut ketewel. Bentuk kotak segi empat panjang yang ada variasinya berupa cekungan, bagian atas keropak berfungsi sebagai penutup yang dirancang sedemikian rupa, sehingga mudah dibuka dan ditutup. Selain cekungannya menambah kesan indah, juga ukuran pantat dalang bisa menempel tepat pada pinggir keropak, sehingga dalang dapat memanfaatkan keropak sebagaimana keperluan dalam pertunjukan wayang. Keropak wayang yang digunakan oleh Ida Bagus Sudiksa terbuat dari kayu nangka, dengan panjang 110 cm, lebar bagian bawah 74 cm, dan lebar bagian atas 54 cm, dengan tinggi berukuran 32 cm. Menurutnya, keropak dengan ukuran tersebut di atas mampu menampung hingga 150 wayang, akan tetapi keropak ini berisi sekitar 80 wayang dari berbagai macam tokoh, karakter termasuk wayang tokoh hewan dan tumbuh-tumbuhan. Tempat keropak wayang di samping kiri dalang. Di sini keropak mempunyai fungsi ganda, selain tempat untuk menyimpan wayang, juga berfungsi untuk memberi aksen bersama sarana yang lain yaitu cepala. Di sisi kanan keropak dirancang secara khusus agar bisa lentur, bisa dibentur-benturkan dengan penampang tempatnya berpasangan. Saat pertunjukan wayang mulai keropak akan dipukul oleh dalang dengan alat pukul yang disebut cepala, untuk memberikan aksen pada pertunjukan. Keras lemah, cepat atau lambatnya pemukulan keropak akan memberikan ritme pada pertunjukan wayang, tentunya disesuaikan dengan situasi yang terjadi di dalam pertunjukan.
Wayang adalah material yang terpenting dalam pertunjukan wayang. Wayang pada umumnya terbuat dari kulit sapi yang ditatah atau diukir dan dicat dengan pewarna sesuai dengan keperluannya masing-masing. Wayang yang digunakan oleh dalang Ida Bagus Sudiksa hampir seluruhnya terbuat dari kulit sapi (belulang sampi). Wayang yang tersimpan dalam keropak wayang miliknya tidak kurang dari 80 wayang. Wayang tersebut terdiri dari kayonan, pamurtian, tokoh-tokoh dewa, tokoh raja, tokoh patih, tokoh pendeta, Rangda, Barong, rarung, para raksasa, punakawan, kayu besar dan kecil, bondres dan lain sebagainya, dengan berbagai bentuk dan karakternya. Ukuran dan bentuk wayang dalam pertunjukan Wayang Calonarang lakon Kautus Rarung oleh dalang Ida Bagus Sudiksa, tidak jauh berbeda dengan ukuran wayang pada umumnya. Bahan yang digunakan sama, yaitu terbuat dari kulit sapi (belulang sampi), dengan tangkai kebanyakan memakai tanduk, tujuannya agar lebih enak di saat menarikannya.
Sarana Pertunjukan Wayang Calonarang Lakon Kautus Rarung Dalang Ida Bagus Sudiksa, selengkapnya