Kiriman : Galih Febri Hastiyanto dan Gading Nova Dwi Aryanto (Mahasiswa Prodi Musik)
Abstrak
Adat pernikahan Jawa, baik yang beragama Hindu maupun agama lainnya, hampir sama, yang berbeda dalam pelaksanaan pernikahannya. Seperti yang disampaikan berikut, adalah pernikahan dengan adat yang berkembang di Banyuwangi. Kebetulan, adat yang ada di Banyuwangi adalah adat yang memiliki latar agama Hindu. Prosesi adat tidak jauh berbeda dengan yang lainnya, yaitu diawali dengan ritual nikah yang dilanjutkan dengan prosesi panggih, dan rangkaian lainnya. Jika dalam acara pernikahan ini mengundang seni pertunjukan, maka pada saat pertunjukan mempelai sudah tidak terkait lagi dengan acara, yaitu acara adat untuk mempelai sudah selesai.
Kata kunci: adat nikah, prosesi
PENDAHULUAN
Adat pernikahan Jawa, baik yang beragama Hindu maupun agama lainnya, hampir sama, yang berbeda dalam pelaksanaan pernikahannya. Seperti yang disampaikan berikut, adalah pernikahan dengan adat yang berkembang di Banyuwangi. Kebetulan, adat yang ada di Banyuwangi adalah adat yang memiliki latar agama Hindu. Prosesi adat tidak jauh berbeda dengan yang lainnya, yaitu diawali dengan ritual nikah yang dilanjutkan dengan prosesi panggih, dan rangkaian lainnya. Dari prosesi adat pernikahan, urutan dan pelaksanaannya tergantung pada waktu yang telah ditentukan oleh yang memiliki hajat.
Pelaksanaan prosesi pernikahan, waktu merupakan hal yang sangat dihitung dengan ketelitian dan penuh pertimbangan. Jika waktu yang ditentukan oleh orang yang dimintai perhitungan tentang tanggal dan waktu meminta jam 04.00 pagi, maka semua peserta prosesi mengikuti apa yang dimintanya. Termasuk pegawai Urusan Agama dalam menikahkan juga taat dengan penentuan saat pernikahan tersebut, tanpa ada pengecualian. Semua proses dilaksanakan sesuai dengan hitungan yang ditentukan oleh pemilik hajatan.
URUTAN PROSESI
Sebelum prosesi pernikahan, biasanya menunggu kesiapan dari mempelai Wanita dan kedatangan mempelai Pria. Jika kedua mempelai sudah siap untuk menjalankan pernikahan, pemangku Pura mempersiapkan untuk pelaksanaan pernikahan sambil menunggu petugas pernikahan dari KUA (kantor urusan agama) yang akan menikahkan kedua mempelai. Di dalam Pura Pemangku didampingi oleh beberapa orang pelantun tembang yang biasa disebut dengan panembrama, dengan materi tembangnya disesuaikan dengan waktu atau durasi dalam persiapan. Materi panembrama tidak jauh berbeda dengan panembrama yang biasa dilakukan dalam kegiatan upacara keagamaan di Banyuwangi Selatan, namun tidak semua dapat disajikan, karena mengingat waktu atau durasi yang tersedia dalam persiapan.
Berikut adalah pelantun panembrama yang sudah siap melantunkan di Pura sambil menunggu persiapan kedua mempelai mejalankan pernikahan
Proses pernikahan umat Hindu biasanya dilaksanakan di Pura yang diikuti oleh kedua mempelai, petugas nikah, pemangku, dan saksi pernikahan. Jika sudah siap semuanya, proses pernikahan dimulai dengan ucapan selamat datang oleh pembawa acara, kemudian dilanjutkan dengan proses pernikahan yang dipimpin langsung oleh petugas dari KUA yang sekaligus menikahkan ke dua mempelai. Berbagai dalil yang diucapkan oleh pemimpin pernikahan tiba saatnya pengambilan sumpah dan janji oleh kedua mempelai yang dilanjutkan penandatanganan akta pernikahan dengan ditutup doa bersama.
Sebagai acara selanjutnya setelah pernikahan dilakukan Temu/panggih, yaitu prosesi adat Jawa yang mempertemukan kedua mempelai. Dalam Panggih ini disediakan berbagai properti seperti kembar mayang (dua untaian rangkaian yang terbuat dari daun kelapa muda/janur dan beberapa dedaunan khusus). Di samping itu juga dipersiapkan pasangan atau alat pengait sapi dalam membajak sawah. Hal ini dimaksudkan penyatuan dari dua pihak yang diikat dalam satu ikatan yang disebut dengan keluarga dengan simbol pasangan. Setelah terlaksananya acara panggih mempelai didudukkan di tempat duduk yang telah disediakan bak raja dan permaisuri, sehingga oleh masyarakat Jawa hal itu biasa disebutnya dengan jadi Raja dan Ratu sehari. Rias dan busana pengantin atau mempelai, dalam satu hari bisa berganti sebanyak mungkin sesuai dengan kemampuan keuangan dari keluarga mempelai dan busana bisa menggunakan adat dari mana saja yang disenangi oleh kedua mempelai.
PANEMBRAMA DALAM PERNIKAHAN
Panembrama yang disajikan dalam pernikahan, pada dasarnya hampir sama dengan kegiatan yang dilakukan pada upacara keagamaan yang ada di pura. Sajian panembrama sifatnya situasional, jika waktu untuk sajian tidak terlalu panjang maka dapat disajikan sesuai dengan durasi yang ada. Sajian panembrama pada upacara pernikahan, biasanya disajikan pada saat persiapan pernikahan yang akan dilaksanakan, sambil menunggu kesiapan berbagai pihak untuk persiapannya masing-masing. Persiapan tersebut oleh kedua mempelai, oleh pelaksana pernikahan, dan yang mau menikahkan.
Untaian acara dalam pernikahan biasanya dilakukan di dalam pura, dengan persiapan pemangku menghaturkan sesaji dengan maksud mohon keselamatan, kelancaran, dan kesuksesan dalam pelaksanaan pernikahan. Pemangku ini, ditemani dengan beberapa umat pelantun panembrama, materi yang disajikan disesuaikan dengan banyaknya sesaji yang harus disajikan. Persiapan ditempat lainnya adalah kedua mempelai, jika sudah selesai berhias maka pihak keluarga memberitaukan kepada pemangku bahwa berhias sudah selesai.
Persiapan inti terletak pada persiapan tempat pernikahan dan wali dan pegawai kantor lurah yang berkewajiban menikahkan mempelai. Jika persiapan di luar pura sudah siap pelaksanaannya, panitia pernikahan memberitahukan kepada pemangku yang menghaturkan sesaji di pura. Pelantun panembrama menyesuaikan lagunya untuk menyambut kedatangan mempelai di pura, dilanjutkan dengan prosesi pernikahan yang diambil alih kewajibanmya oleh kerawat desa yang menikahkan dengan segala rangkaian pernikahannya hingga selesai. Setelah selesai pernikahan pelantun panembrama melantunkan lagu penutup, yang dilanjutkan dengan doa bersama yang dipimpin oleh pemimpin pernikahan.