Kiriman : I Wayan Nuriarta ( Dosen Jurusan Desain Komunikasi Visual, Fakultas Seni Rupa dan Desain ISI Denpasar )
Abstrak
Putu Sutawijaya yang tumbuh di medan seni Yogyakarta dengan sadar melakukan pembacaan ulang terhadap seni rupa Bali, ia membuat ikon-ikon Bali seperti punggelan (kepala) Barong pada media kanvasnya, dengan warna-warna yang mencerminkan budaya Hindu-Bali seperti merah, putih, hitam dan coklat tua. Karya-karya yang menampilkan tubuh-tubuh yang dinamis memperlihatkan karya Putu Sutawijaya senantiasa mempersoalkan gerak tubuh. Kecendrungan untuk mengahadirkan tubuh-tubuh pada karyanya sudah muncul pada tahun 1998, ketika Putu Sutawijaya memulai karirnya sebagai seniman. Sejalan dengan pemaham tentang seni, Putu Sutawijaya juga mempelajari hal-hal yang formalistik dalam menilai karya seni terkait dengan pengolahan visual pada esensi rupa (aspek-aspek seni rupa; garis, bidang, warna, ruang dan tekstur). Dalam kenyataannya, perupa-perupa modern di Indonesia sebagaian besar merupakan produk akademis. Para seniman Bali yang tumbuh antara tahun 1970-1990an, dengan sadar melakukan pencarian unsur-unsur rupa dalam budaya tradisi yang berdasarkan budaya Hindu-Bali. Mereka juga tumbuh dari dunia akademis, dimana mereka diperkenalkan dengan kaidah-kaidah formal dan estetika seni rupa modern. Kaedah-kaidah formal inilah yang mendukung penciptaan karya-karya Putu Sutawijaya sebagai seniman. Kesemua karya- karya Putu Sutawijaya ini terwujud berkat adanya pengaruh budaya, adat-istiadat dan ajaran Hindu-Bali. Selain itu, dukungan akademis juga sangat berperan dalam menyusun wujud rupa kedalam bidang kanvas sesuai dengan aspek kaidah-kaidah formal.
Kata Kunci: Seniman, Putu Sutawijaya, Kaedah Akademis, Karya Seni Rupa, Bali
Selengkapnya dapat unduh disini