Kiriman : Dr. Kadek Suartaya, S.SKar., M.Si
Abstrak
Kreasi ogoh-ogoh baru muncul sekitar tahun 1980-an, berawal dari kreativitas anak-anak muda di Denpasar yang kemudian mewabah ke seluruh Bali, kemudiaan menyeberang pada kalangan masyarakat Hindu di pulau Lombok, seterusnya pada komunitas-komunitas Hindu di seluruh Nusantara. Sejak 30 tahun yang lalu itu, ketika tilem atau bulan mati yang pekat gulita menyergap Pulau Dewata, kegaduhan akan meruyak dimana-mana. Ogoh-ogoh ini ditarikan dan diarak keliling desa atau kota ketika hari mulai gelap. Suasana jadi marak dan riuh. Dengan penerangan ratusan lampu obor, patung-patung raksasa itu akan tampak magis dan hidup. Diberi semangat oleh gegap-gempita gamelan bleganjur–musik Bali yang bernuansa keras dan memekik, membuat anak-anak muda Bali kian histeris menggoyang-goyangkan ogoh-ogoh kelompoknya masing-masing. Ini biasanya berlangsung hingga larut malam. Antusiasisme menarikan dan menonton ogoh-ogoh bukan hanya di kalangan anak muda saja namun juga melibatkan orang tua dan anak-anak, pria atau wanita. Namun gara-gara pandemi Covod-19, arak-arakan ogoh-ogoh pada Nyepi tahun 2020 tidak berlangsung.
Kata kunci: ogoh-ogoh, kreasi, Nyepi
Selengkapnya dapat unduh disini