Kiriman: I Wayan Yopyantara, Mahasiswa PS Seni Karawitan
I Wayan Segara lahir di desa Pujungan pada tahun 1948. Ia tinggal di banjar Mekar Sari Desa Pujungan. Ia anak pertama dari 6 bersaudara. Ia menikah pada tahun 1969 dan dikaruniai 4 orang anak.
Pada tahun 1957 ia mulai masuk sekolah dasar yang pada waktu itu disebut dengan sekolah rakyat, yang pada saat itu ia belum tertarik dengan kesenian. Namun sekitar tahun 1959 tepatnya ia baru memasuki kelas 3 SD ia baru tertarik terhadap seni dalam bidang seni tari dan seni suara khususnya mekidung,makekawin,dan macepat. Ia hanya dapat belajar tentang seni tari dan seni suara di sekolah saja dan tidak pernah berguru kepada orang lain kecuali di sekolah. lama kelamaan ia merasa bosan di bidang seni tari kareana hanya hanya sedikit teman – temannya yang berkecimpung di bidang seni tari. Saking cintanya kepada seni suara ia mencoba untuk belajar seni pewayangan.
Tepatnya pada tahun 1967 ia belajar ngwayang dengan seorang dalang dari desa Kesiut yang bernama Pan Rampieg yang pada saat itu ia hanya belajar cerita Ramayana saja. Setelah ia belajar cerita Ramayana lalu ia melanjutkan belajar wayang Parwa dengan seorang dalang yang benama Pan Rajeg dari desa Tunjuk,Tabanan. suka duka pun banyak ia telah dapatkan pada saat belajar ngwayang. Ia rela menumpang kendaraan dari pujungan sampai di desa Meliling lalu dari desa Meliling ia rela berjalan kaki menuju ke desa Kesiut di rumah dalang tersebut. Begitu pun pada saat ia belajar cerita parwa banyak suka duka yang telah ia dapatkan dari menumpang hingga berjalan kaki ke rumah dalang tersebut.
Setelah 2 tahun ia belajar ngwayang, tepatnya pada tahun1969 ia sudah memiliki sekha wayang. sekha tersebut memiliki 4 tungguh gender yang di beli oleh sekha dengan cara urunan. sekha wayang ini pun sudah sering pentas ngwayang di desa – desa yang ada disekitar kecamatan Pupuan. Lama kelamaan sekha ini pun bubar karena penabuhnya merasa bosan, lalu gender yg dimiliki sekha itu pun dijual. Karena saking cintanya terhadap seni pedalangan maka ia berinisiatif untuk membeli gender dengan uang pribadinya dan membuat sekha baru. Hingga sekarang sekha wayang ini pun masih aktif dengan para penabuhnya yang beregenerasi, dulunya para penabuh sekha ini adalah orang tuanya dan sekarang sudah anak – anaknya.
Pada tahun 1986 ia menjabat menjadi kelian adat dibanjarnya sekaligus merangkap panitia kesenian di desa. Setelah lama ia berkecimpung dalam kepanitiaan dalam bidang kesenian di desa ia melihat kepakuman terhadap sekha gong kebyar yang ada di desa Pujungan. Kepakuman ini terjadi karena instrument gong kebyar banyak yang rusak. I Wayan Segara kemudian berkordinasi dengan para pengurus desa untuk membenahi instrument yang rusak tersebut. Setelah adanya kordinasi, I Wayan Segara melebur bilah – bilah gambelan tersebut ke Pande Gableran dan pelawahnya di buat sendiri oleh I Wayan Segara dan dibantu oleh teman-temannya. Setelah gambelan gong kebyar yang baru sudah jadi terbentuklah sekha gong remaja di desa Pujungan. Lalu ia mendapatkan informasi bahwa sekha yang ada di desa Pujungan ikut dalam festival gong kebyar tahun1997, ia pun menyuruh sekha ramaja itu untuk latihan. Pada saat latihan ia kecewa pada suara kendang yang kurang enak didengar, akhirnya dengan niatnya sendiri ia membeli sepasang kendang dengan harga Rp.350.000,00 pada Bapak I Wayan Sweca. Kendang yang ia beli itu dipakai akhirnya dipakai dalam festival. Setelah usai festival, ia termotifasi terhadap suara kendang yang ia beli itu, dan ia penasaran bagaimana caranya membuat kendang supaya suaranya bagus. Dan akhirnya ia pun bertekad untuk belajar membuat kendang dengan memplajari dan menganalisa kendang yang ia beli tersebut. Disaat ia belajar membuat kendang banyak hambatan yang ia dapat, banyak bahan – bahan yang terbuang dan gagal dipakai. Saking seriusnya ingin bisa membuat kendang ia pun tidak putus asa untuk mencobanya kembali, dan akhirnya beliau pun bisa membuat kendang dengan suara yang sesuai dengan apa yang ia harapkan, Sekarang ia sudah menjadi seorang pengerajin kendang yang hanya dengan belajar dengan cara menganalisa atau mempelajari kendang yang ia beli dulu tanpa berguru kepada orang lain. Hingga sekarang ia aktif membuat kendang dan ia sudah banyak menjual kendang hasil karyanya sendiri kepada para konsumen. Dan karir dalangnya pun masih aktif sampai sekarang dan sering pentas di sekitar kecamatan pupuan.