Kiriman: Nurchatijah. Mahasiswa PS. Kriya Seni Minat Kriya Keramik.
Perkembangan gerabah di Bali dari dulu sampai sekarang mengalami kemajuan yang pesat. Kalau dahulu hanya sebagai bahan utama pembangunan rumah seperti batu bata dan genting serta tempat menyimpan bahan makanan dan wadah sesaji untuk sarana upacara agama mayoritas penduduk Bali (Hindu), pada saat ini keramik dalam perkembangannya juga bisa dipasarkan sebagai cenderamata dalam bentuk meja hias, tempat dupa dan lain sebagainya. Ada beberapa sentra-sentra keramik atau gerabah yang ada di Bali antara lain : Binoh, Pejaten, Kapal dan sebagainya. Sebagai daerah yang masih memproduksi hingga saat ini keramik Pejaten masih memiliki ciri dan keunggulannya.
Desa Pejaten Kabupaten Tabanan terletak 4 km barat daya dari Kediri merupakan desa tradisional penghasil kerajinan dari tanah liat dan keramik. Desa ini diapit dua sungai dengan luar sekitar 1,5 km persegi. Masyarakat Pejaten telah menambang tanah liat merah (bahan dasar keramik) sejak awal berdirinya desa dan menggunakan cara pembakaran tradisional sampai akhirnya persediaan tanah merah tersebut menipis pada tahun 70-an dan ini menjadi sebuah kekhawatir saat itu dibarengi pula oleh produksi peralatan rumah tangga yang dibuat dengan bahan alumunium yang lebih praktis dan berkembang pesat.
Permasalah yang terjadi sekarang adalah kwalitas yang dihasilkan dari keramik gerabah dan keramik stonewere sangat berbeda jauh baik itu bahan baku dan hasil barang, akan tetapi keramik gerabah tidaklah kehilangan peminat ataupun pasar, justru keramik gerabah masih mendapatkan tempat dihati peminat-peminatnya karena masih mencirikan tradisional Indonesia asalkan para pengrajin mampu mengembangkan disain-disain yang lebih unik dan menarik yang ditungkan dengan media tanah merah ini.
Perajin Gerabah UD Amerta Sedana.
Dari sejarah keramik yang ada di desa Pejaten, salah satu perajin keramik yang tetap bertahan dan masih menciptakan bentuk-bentuk hasil ide dan kreatifitas sendiri adalah I Wayan Kuturan, yang memiliki usaha industri keramik (UD. Amerta Sedana) yang masih menggunakan tanah merah sebagai bahan baku keramik produksinya diantara rekan-rekan seperjuangannya yang merintis keramik di desa Pejaten yang sudah memproduksi keramik dengan bakaran tinggi (stonewere).. Lokasi kerja (bengkel/studio) I Wayan Kuturan dan keluarganya ditempatkan di bagian belakang kediamannya memiliki luas sekitar 6×10 meter, masih menggunakan bilik bambu dan beralas lantai tanah. Sebagian serta rak-rak gerabah berkerangka bambu juga. Tempat kerja yang beralamatkan di Banjar Pangkung, Pajaten, Kediri Tabanan Bali ini berdiri sejak tahun 1990 yang dirintisnya di tahun 1960-an dimulai dari produksi genting dan peralatan dapur. Pada awal 1980 merubah menjadi produksi karya/ benda pajang karena permasalahan bahan baku yang banyak terolah menjadi bahan bangunan (genting) serta peralatan dapur yang bersaing antara bahan baku gerabah dan alumunium yang berkembang pesaat saat itu. Jumlah karyawan perusahaan ini sekarang 15 orang, jumlah ini dapat bertambah dengan istilah “karyawan borongan” jika terjadi pemesanan produksi yang banyak.