Kiriman : I Gusti Ngurah Gumana Putra (Program Studi Seni Pedalangan, Fakultas Seni Pertunjukan)
Abstrak
Masyarakat Bali di era modern ini adalah masyarakat yang bilingualisme. Hal ini ditandakan dengan adanya penggunaan dua bahasa dalam komunikasi sehari hari yakni bahasa Bali sebagai bahasa ibu atau bahasa pertama, dan bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua atau bahasa pergaulan nasional. Terlebih lagi, masyarakat Bali juga tidak dapat terlepas dari penggunaan bahasa asing seperti halnya bahasa Inggris, Jepang, dan lain sebagainya. Kondisi semacam ini disebut dengan multilingualisme. Multilingualisme adalah penggunaan lebih dari dua bahasa atau unsur bahasa dalam kehidupan masyarakat. Gejala ini terjadi di semua bidang kehidupan masyarakat Bali. Secara khusus, kehidupan berkesenian juga menjadi ajang terjadinya multilingualisme. Seni pertunjukan yang menggunakan bahasa sebagai medianya juga sangat berpotensi mengalami gejala ini. Ciri yang paling kental dilihat dari sini yaitu terjadinya campur kode bahasa. Campur kode merupakan akibat dari adanya saling ketergantungan bahasa dalam kehidupan multilingualisme. Campur kode memiliki pengertian sebagai penggunaan unsur bahasa berbeda dalam tuturan bahasa pertama yang digunakan. Unsur tersebut bisa berupa kata, istilah, maupun frase. Campur kode memiliki fungsi tertentu sehingga hal ini bisa terjadi. Fungsi yang paling menonjol di sini adalah fungsi referensial dan fungsi metalinguistik. Fungsi referensial mengacu pada fungsi campur kode ketika bahasa yang pertama digunakan tidak memiliki kata atau istilah sebagai rujukan pada suatu objek tertentu. Fungsi metalinguistik mengacu pada fungsi ketika penutur dengan sengaja menyelipkan unsur bahasa berbeda ke dalam bahasa pertama, meskipun sudah ada istilah dalam bahasa pertama untuk merujuk suatu objek tertentu.
Kata Kunci: Campur Kode, Fungsi Referensial, Fungsi Metalinguistik
Selengkapnya dapat unduh disini