by admin | Feb 17, 2010 | Artikel, Berita
Oleh : (Drs. I Ketut Muka P., M.Si., Jurusan Kriya, FSRD, DIPA 2006)
Abstrak penelitian
Penelian ini dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran tentang topeng modern yang ada di Bali, khususnya di Kabupaten Gianyar, karena tidak banyak seniman, perajin, kriyawan di Bali berkarya dujalur topeng modern. Hal ini penting karena karya-karya modern selama ini lebih akrab terkait dengan karya-karya seni lukis. Namun faktanya hal ini dapat juga terjadi pada karya topeng. Maka dari itu kami menetapkan karya Bapak I Wayan Sukarya sebagai sumber kajian dalam penelitian ini. Alasan penetapan ini adalah karya-karya I Wayan Sukarya adalah karya-karya topeng modern dengan kualitas baik karena proses pengerjaannya sama dengan proses pembuatan topeng tradisional Bali mulai dari proses pembentukan sampai pada pewarnaan / pengecatan. Alasan lain adalah ingin mendokomentasikan karya-karya I Wayan Sukarya, karena selama ini karya-karyanya banyak yang tidak terdokumentasikan dengan baik, sehingga sulit melacak karya-karya sebelumnya walaupun hanya dalam bentuk foto.
Penelitian ini dilakukan dengan model diskriptif, mencoba menjelaskan tentang bentuk, ide penciptaan, proses perwujudan, pewarnaan, penjualan serta makna yang terkandung dalam masing-masing karya topeng modern karya I Wayan Sukarya. Sumber data diambil semua karena jumlahnya terhitung sekitar 25 sumber data karya-karya 2006 ditambah sebagaian kecil karya-karya 2005.
I Wayan Sukarya, lahir di Banjar Mukti Desa Singapadu Gianyar, seorang pembuat topeng dan juga melukis, sebagai Dosen Jurusan Seni,Program Studi Seni Patung di Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar. Beliau menamatkan pendidikan seni di Sekolah Menengah Seni Rupa (SMSR) Denpasar dan ISI Jogyakarta. Keahlian membuat topeng didapat dari orang tuanya yaitu Bapak I Wayan Tangguh, tahun 2006 ini berusia sekitar delapanpuluhan, salah satu pembuat topeng tradisi berkualitas tinggi yang masih aktif sampai saat ini. Topeng-topeng yang dibuat lebih banyak untuk keperluan pementasan budaya dan seni terkait dengan Hindu di Bali.
Latar belakang pendidikan diakuinya sebagai dasar pemikiran I Wayan Sukarya berkarya pada jalur topeng-topeng modern. Dalam berkarya ia mengolah gambar/ desain pemesan dipadukan dengan idenya sendiri. Gambar-gambar topeng kemudian dikaji dan dipikirkan bagaimana bentuk tiga dimensinya, bahannya, proses perwujudannyapemesan tidak tahu wujud akhirnya, karena desain yang diberikan kepada pembuatanya ini kurang sempurna, tidak sesuai dengan bahan dan teknik pembentukan topeng. Pemesan biasanya lebih memfokuskan pada makna yang harus disampaiakan pada karya tersebut. Pesanan yang diterima sering hanya berupa pernyataan makna namun tidak ada desainnya. Disinilah diperlukan kepintaran seorang seniman dalam menterjemahkan makna tersebut. Dapat dikatakan 50 % lebih proses perwujudan karya tersebut merupakan hasil ide kreatifnya sendiri. Jadi bukan total merupakan ide pemesan.
Secara umum karya-karya I Wayan Sukarya, menggambarkan prilaku manusia di masyarakat. Sifat dasar manusia yang sering muncul dalam karya-karyanya adalah sifat baik dan buruk, perwujudannya tercermin dalam berbagai tindakan manusia. Makna-makna yang mncul dalam karya topeng tersebut banyak yang sulit untuk diresapi, maka dari itu perlu penjelasan dari pembuat makna topeng tersebut. Ada beberapa unsur-unsur rupa dalam topeng mudah dibaca namun sulit diresapi maknanya secara utuh.
I Wayan Sukarya telah menyelesaikan banyak karya topeng, namun jumlahnya tidak tercatat. Permintaan datang tiap tahun dengan jumlah sekitar 10-15 biji dengan ukuran bervariasi, tinggi 50-70cm dan lebar 40-60cm. Harga yang dipasang juga bervariasi mulai dari Rp. 3.000.000. sampai Rp. 6.000.000. Pemesan topengnya lebih banyakdatang dari luar negeri terutama dari Itali.
by admin | Feb 16, 2010 | Artikel, Berita
Dari keberangkatan rombongan ISI Denpasar sejak tanggal 27 Januari hingga 10 Februari lalu ke Denmark, terungkap banyak pengalaman berharga khususnya bagi mahasiswa ISI Denpasar. Menurut Rektor ISI Denpasar, Prof. Dr. I Wayan Rai S., M.A. walaupun harus beradaptasi dengan cuaca dingin (dibawah 7 derajat Celsius), rombongan ISI Denpasar telah sukses mengibarkan bendera merah putih di Denmark lewat seni. Prof. Rai menambahkan ISI Denpasar sebagai wakil Asia dalam ajang bergengsi ini, dijadikan sebagai unggulan. Hal tersebut dilihat dari penempatan posisi gamelan ISI Denpasar saat pementasan, ditempatkan di centre dan dikelilingi oleh penempatan alat musik dari negara lain. Prof. Rai menambahkan ISI Denpasar boleh berbangga karena ISI Denpasar menjadi sorotan/ highlight diantara musisi-musisi kelas dunia yang memiliki skill tinggi, sehingga mampu memberi pengalaman dan manfaat khususnya bagi mahasiswa ISI Denpasar. Mereka dapat berinteraksi dengan para seniman kelas dunia.
Rombongan ISI Denpasar selama di Denmark tinggal di mess kampus setempat bersama dengan rombongan dari Mexico. Disinilah saatnya mahasiswa ISI Denpasar untuk mencari relasi berinteraksi, menambah pengetahuan lewat silang budaya. Kedatangan ISI Denpasar juga membawa misi untuk mempromosikan ISI Denpasar khususnya, Bali dan Indonesia pada umumnya. ISI juga mendapat kesempatan untuk mengisi konten acara pawai yang langsung dikomandoi oleh PR IV ISI Denpasar bagian kerjasama dengan menampilkan tari cak. Sehingga disini diperlukan komunikasi dua arah, dan diperlukan orang yang sudah berpengalaman berkerjasama dengan orang asing. Selain itu ISI Denpasar juga diundang untuk memberikan ceramah dan melakukan workshop bersama dengan para dosen dan mahasiswa dari The Royal Denish Academy of Music, Copenhagen. Kunjungan ini sebagai tindak lanjut rencana penandatanganan MoU anatara ISI Denpasar dengan The Royal Denish Academy of Music, Copenhagen, yang merupakan conservatory yang terkemuka di dunia. Prof. Rai menegaskan kerjasama yang memungkinkan dapat terjalin, yaitu pertukaran dosen/ mahasiswa, penelitian bersama, serta kolaborasi seni, yang diharapkan dapat mempercepat visi ISI Denpasar untuk go internasional. Rombongan juga berkesempatan mengunjungi museum yang ada di Copenhagen. Kunjungan ini membawa misi untuk menjalin kerjasama antara ISI Denpasar dengan pihak museum sehingga akan muncul trobosan baru untuk Fakultas Seni Rupa dan Desain ISI Denpasar untuk dapat bersaing dikancah internasional. Salah satu program yang mungkin dapat terjalin adalah menggelar pameran internasional. Namun Prof. Rai menekankan untuk dapat menembus pameran internasional, seniman Bali harus memiliki keunikan, identitas dan keunggulan pada karyanya. Dengan berbekal kasanah budaya, tradisi, dan local wisdom yang dimiliki Bali, seniman Bali dapat unjuk gigi di kancah internasional.
Kesuksesan dalam pementasan tersebut menghantarkan pada rencana besar pada masa yang akan datang, yaitu menggelar konser yang lebih besar dan rencananya akan melakukan tour ke Eropa. Selain itu dari kunjungannya Prof. Rai berharap bahwa alumni ISI Denpasar dapat mengisi konten di seluruh dunia sebagai Pembina, mengingat gamelan Bali telah banyak tersebar di berbagai belahan dunia. Sehingga jika para alumni ini bisa mengisi kebutuhan tersebut, maka jaringan dan networking ISI Denpasar akan semakin luas.
Sementara Pembantu Rektor IV ISI Denpasar, I Wayan Sweca, M.Mus, yang ikut dalam Festival Internasional yaitu The World Wide Cooperation Project; Global Voices of Percussion, mengungkapkan bahwa banyak hal yang bisa dipetik dari kegiatan ini, dimana para mahasiswa ISI dari Fakultas Seni Pertujukan yang berjumlah 19 orang ini akan mampu membuka cakrawala mereka baik tentang pengetahuan music maupun budayanya. Karena event ini adalah melibatkan 100 musisi dan penari kelas dunia, sehingga bisa menyatukan bangsa lewat musik. Mereka akan berkolaborasi dengan seniman seniman dari Amerika, Eropa, Afrika dan Asia, sehingga selain menunjukkan identitas diri sebagai wakil dari Asia, para mahasiswa juga dapat belajar mengadopsi konsep-konsep musik barat dan ide-ide brilliant yang muncul saat kolaborasi oleh para komposer-komposer kelas dunia.
Humas ISI Denpasar melaporkan
by admin | Feb 16, 2010 | Artikel, Berita
Oleh : (Sulistyani, SKar.,M.Si., Jurusan Tari, FSP DIPA 2006).
Abstrak Penelitian
Penelitian dengan judul Barong Trisna Budaya sebuah Pertunjukan Rakyat di Banyuwangi Tinjuan Struktur Dramatik dan Fungsi merupakan hasil kajian terhadap keberadaan seni pertunjukan tradisional yang berupa dramatari yang lahir di tengah-tengah masyarakat Using di Desa kemiren, Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi. Masyarakat Using merupakan masyarakat asli banyuwangi yang masih kuat mempertahankan adat budaya yang telah diwarisi dari leluhurnya. Akan tetapi dalam hal berkesenian masyarakat Using terkenal sangat kreatif hal ini terbukti dari banyaknya bentuik-bentuk kesenian yang mereka miliki. Keberadaan dramatari Barong sekarang ini walaupun proses modernisasi telah melanda anyuwangi tetapi tidal berubah bahkan menggeser struktur dramatik dan fungsinya.
Digunakannya kata Barong pada nama dramatari ini karena Barong dijadikan tokoh sentral. Meskipun di Banyuwangi khususnya di lingkungan masyarakat Using memiliki berbagai bentuk kesenian tetapi dramatari Barong masih diminati oleh masyarakat, ini terbukti dari keberadaannya sekarang dan seringnya mengadakan pertunjukan. Hal tersebut menjadi alasan ketertarikan untuk mengadakan penelusuran tentang dramatari Barong ini, maka ada dua masalah yang diangkat dalam penelitia ini adalah bagaimana struktur dramatiknya dan apa fungsinya dalam masyarakat sehingga mampu bertahan sampai saat ini. Dengan mengangkat masalah struktur dramatik dan fungsi diharapkan dapat menjawab kenapa drmatari ini mampu bertahan sampai saat ini. Dari penelitia ini diharapkan bermanfaat terhadap pengembangan ilmu pengetahuan dibidang seni khususnya untuk menunjang perkuliahan, dan temuan di lapangan dapat digunakan sebagai sumbangan pemikiran terhadap penentu kebijakan. Dalam membahas penelitian ini digunakan beberapa sumber buku untuk mengetahui posisi penelitian yang sedang berlangsung dengan penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya dan sekaligus buku-buku yang dipilig digunakan sebagai pijakan dalam membahas masalah yang diangkat, dan menggunakan beberapa teori. Adapun teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori estetika, teori fungsionalisme struktural dan teori koimodifikasi. Proses pengumpulan data di lapangan melalui observasi, wawancara mendalam, dan studi pusaka, diolah melalui analisis data dan melalui proses vadilitas data sehingga dapat disajikan dalam sebuah laporan penelitian. Dramatari Barong dalam sajiannya menggunakan cerita yang sudah dilakukan dan belum pernah diganti atau diperbaiki dengan cerita yang lain, karena masyarakat pendukungnya sangat percaya jika diganti akan tertimpa musibah. Cerita yang diangkat dibagi menjadi empat babak, yaitu lakon Jakiprah, lakon Panji Simirah, Lakon Suwarti, dan lakon Singo Lodaya. Barong walaupun menjadi tokoh sentral tidak selalu hadir pada masing-masing babak. Kedudukan Barong di lingkungan masyarakat Using Kemiren sangat istimewa karena Barong diyakini sebagai perwujudan dari danyang desa yang mampu memberikan rasa aman dan ketentraman seluruh warga desa. Maka rasa hormat mereka wujudkan dengan mengadakan ritual dengan sesaji yang sudah ditentukan terhadap Barong sebelum melalui pamentasan. Pementasan dramatari Barong dikemas dalam sebuah pertunjukan semalam suntuk, didukung oleh tempat pementasan yang menyerupai panggung. Arena pertunjukannya dibagi menjadi tiga bagianyaitu tempat pertunjukan, tempat pemain musik dan tempaty aktivitas pemain. Tempat pertunjukan hanya dibatasi dengan bingkai panggung yang menyerupai panggung proscenium, yang diisi tirai dengan lukisan, sebagai pendukung pergantian suasana. Dan dihiasi dengan pisang ambon yang digantung di lingkungan arena, yang nantinya dibagikan kepada penonton sebagai perwujudan upacara ngalap berkah. Pendukung dramatari ini semuanya laki-laki baik sebagai penari, pengrawit ataupun pendukung lainnya. Busana yang dipakai dalam pertunjukan tampak mempunyai warna tersendiri karena mengandung berbagai warna daerah yang dipadukan, sehingga menjadikan ciri khas busana dramatari ini. Adapun iringannya memakai gamelan Jawa denagan berbagai gendhing. Alat musik kendhang yang dipakai menyerupai kendhang Bali. Seluruh gendhing yang digunakan scara pasti tidak diketahui penata iringannya. Dari pertunjukan dramatari Barong ini adatiga fungsi yang dapat dipetik yaitu fungsi estetis bahwa dramatari Barong sebagai sebuah karya seni yang mampu memuaskan hasrat manusia. Fungsi sosial yaitu dari pementasdan Barong mampu menumbuhkan dan menguatkan rasa kesetian kawanan atau rasa kekeluargaan, dengan harapan dapat menekan terjadinya konflik. Fungsi ekonomis yaitu dari pementasan dramatari Barong mampu menambah penghasilan bagi pemain maupun masyarakat lainnya yang memanfaatkan kesempatan itu dengan berjualan.
by admin | Feb 16, 2010 | Artikel, Berita
Oleh : (Ni Made Bambang Rai Kasumari,SST.,M.Si, Jurusan Tari, FSP, DIPA 2006)
Abstrak Penelitian
Bali memiliki berbagai macam warisan budaya yang memiliki keunikan dan kekhasan tersendiri. Salah satu warisan budaya Bali masa lampau adalah pura Samuantiga. Pura ini terletak di Desa Badulu, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar. Dalam pelaksanaan upacara piodalan di pura Samiantiga yang dilaksanakan setiap 210 hari sekali (pujawali balian) dan setahun sekali pada purnama kedasa (ngusaba), dilaksanakan sebuah tari upacara (wali) yang unik dan khas yang oleh masyarakat setempat disebut dengan Tari Sutri. Keunikan dan kekhasan tarian ini terletak pada proses dan sarana yang dibawa. Keunikan lainnya, tarian ini diiringi oleh dua barung gamelan secara bersamaan yaitu gamelan Gong Kebyar dan gamelan Angklung.
Keberadaan tarian ini diperkirakan sejaman dengan dibangunnya Pura Samuantiga yaitu pada jaman pemerintahan raja Ganapriya Dharmapatni/Udayana Warmadewa yang bertahta di Bali pada sekitar tahun 988-1011 masehi. Di jaman globalisasi masysrakat mengalami perubaha yang disebabkan oleh perkembangan jaman terutama perkembangan dan ekonomi. Seperti beberapa tari-tarian wali, pada mulanya sebagai tari sakral kemudian bergeser fungsi menjadi tari sekuler atau memiliki fungsi ganda. Demikian pula dengan benntuk penyajiannya yang semula sangan sederhana kemudian ditata lebih artistik. Hal tersebut tidak terjadi pada Tari Sutri di Pura Samuantiga, tarian ini tetap eksis seperti semula, tidak banyak mengalami perubahan, perubahan terjadi pada jumlah penari yang kadang-kadang bertambah dan kadang-kadang berkurang. Hal tersbut disebabkan oleh perlakuan masyarakat yang melihat Tari Sutri sebagai tarian yang sangat disucikan sehingga mereka cenderung takut untuk merubahnya.
Tari Sutri dibawakan oleh sekelompok penari wanita disebut dengan permas. Mereka adalah orang-orang yang berkomitmen dalam hidupnya untuk menjado pengayah setiap upacara piodalan berlangsung. Tidak sembarang orang yang bisa menjadi permas, mereka adalah orang-orang yang menjadi pewaris (keturunan) yang pada mulanya adalah orang-orang yang pernah terkena musibah (sakit) dan orang-orang tersebut memang sudah dikehendaki oleh Bhatara-Bhatari yang berstana di Pura Samuantiga. Orang-orang yang akan menjadi penari ini harusmenjalani suatu proses yaitu harus melakukan pawintenan (disucikan secara sekala dan niskala), menghaturkan bamnten pejati dan banten pamiak kala. Tari Sutri merupakan tarian skral atau suci yang dilaksanakan dalam upacara piodalan di Pura Samuantiga sebagai tari pengucian dalam rangkaian Ida Bhatara akantedun, dari Pengaruman Ageng. Di samping itu tarian ini juga merupakan ungkapan rasa syukur kehadapan Ida Bhatara yang berstana di Pura Samuantiga atas karunia yang telah dilimpahkan kepada masyarakat, sehinmgga masyarakat didak berani tidak melaksanakan tarian ini.
Berdasarkan tulisan-tulisan yang pernah dibaca serta dari beberapa keterangan informan, tulisan mengenai eksistensi tari Sutri di Pura Samuantiga Bedulu Gianyar, belum ada yang menulisnya. Maka penelitian ini merupakan hasil tulisan yang belum ada sebelumnya. Hal ini menunjukan originalitas dari subyek penelitian.
Beberapa hal diatas menjadi ketertarikan untuk menulis materi tersebut, maka ada beberapa masalah yang diangkat : bagaimana bentuk pertnjukna tari Sutri dalam upacara piodalan dan mengapa tari ini tetap eksis dipertunjukan di Pura Samuantiga, Dari penelitian ini diharapka ada manfaat yang dapat diambil yaitu dapat memberikan sumbangan bagi ilmu pengetahuan dan dapat menambah khasanah pengetahuan,serta dapat dipakai sebagai sumbangan pemikiran terhadap penentu kebijakan dalam berkesenian di daerah Gianyar dan Bali umumnya. Sumber data penelitian diperoleh dari informan dan dari kajian literatur. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Teknik analisis data dilakukan analisis deskriptif kualitatif. Bentuk pelaksanaan Tari Sutri didukung oleh beberapa elemen dan sajian pertunjukan. Elemen-elemen yang mendukung terbentuknya Tari Sutri antara lain penari, gerak tari, rias dan busana, musik iringan, tempat pementasan, dan sesaji. Tari Sutri ini tetap eksis dipertunjukan di Pura Samuantiga karena memilik beberapa fungsi yaitu fungsi ritual, fungsi sosial, funsi pelestarian, dan fungsi pengobatan serta mengandung makna religius (kesembuhan, kedamaian, kerukunan kesejahteraan bagi masyarakat pendukungnya), soloidaritas. Dari berbagai fungsi yang terdapat dalampelaksanaan Tari Siat Sampian dalam upcara piodalan (ngusaba) di Pura Samuantiga mampu menjaga kelestariannya.
Kesimpulan dari permasalahan yang diangkat dalam penelitian menunjukan bahwa warga masyarakat Bedulu merasa bangga memiliki sebuah bentuk Tari Sutri yang sakral dandisucikan oleh masyarakat setempat, yang dilaksanakan dalam rangkaian upacara piodalan di Pura Samuantiga. Tarian ini merupakan warisan budaya turun temurun yang memiliki nilai-nilai religius yang cukup tinggi yang tetap eksis dan dilestarikan oleh masyarakat pendukungnya. Tarian ini wajib dan harus dilaksanakan serta memiliki identitas dan kekhasan tersendiri yang sangat mudah dikenal yaitu adanya suatu proses, kostumnya dominan warna putih, diiringi oleh dua barungan gambelan sekaligus yaitu gamelan gong kebyar dan gamelan Angklung. Kehadirannya dalam upacara piodalan di Pura Samuantiga sebagai tari penyucian yang bertujuan untuk menyucikan palinggih-palinggih dan areal pura secara spiritual dalm rangkaian para bhatara akan tedun dari Pangaruman Ageng. Tarian ini juga memberikan dampak positif bagi warga masysrakat seperti penyembuhan, kesejahteraan lahir batin, rasa kebersamaan, rasa kesatuan dan persatuan, serta rasa solodaritas yang tinggi terhadap sesamanya.
by admin | Feb 15, 2010 | Artikel, Berita
Oleh : (Ni Komang Sekar Marhaeni, SSP, Jurusan Pedalangan, FSP, DIPA 2006)
Abstrak penelitian
Peran serta atau peranan wanita dalam seni pewayangan sangat besar dan sangat mendukung dalam melakukan aktivitas di dalam seni pewayangan . Pementasan wayang tidak akan bisa dilaksanakan tanpa adanya peran sera kaum wanita didalamnya. Upakara (banten) yang diperlukan dalam mengadakan suatu pementasan disajikan oleh kaum wanita, meski juga melibatkan kaum laki-laki di dalamnya. Aktivitas yang dilakukan sebagai seorang dalang, wanita dianggap mampu melakukan ini. Meski bisa dihtung denga njari keberadaannya dibanding kaum lak-laki, tetapi wanita sudah mampu mengangkat harga diri dan derajatnya, menyamai kaum laki-laki. Kesuksesan seorang wanita menjadi seorang dalang tidak lepas dari kodratnya sebagai seorang wanita yang menghadapi kendala atau hambatan dalam melakukan aktivitasnya dalam seni pewayangan. Meskipun tidak sehebat kaum laki-laki, tetapi wanit mampu memegang peranan dalam mengisi pembangunan dan ikut serta dunia pewayangan secara khusus. Tak luput pula wanit ikut bertanggung jawab dalam membantu perekonomian keluarga. Pada era Globalisasi seperti sekarang ini, wanita atau perempuan hendaknya ikut maju sejalan dengan perkembangan jaman, mengikuti modernisasi yang terjadi di masyarakat. Hanya saja perlu diperhatikan bagaimana menempatkan diri di Masyarakat sebagai seorang wanita. Kaum wanita kini semakin menyadari akan tanggung jawabnya dalam mengisi pembangunan dengan dua pengertian : Pertama, pembangunan dapat memberikan kemudahan bagi wanita ikut berupaya untuk meningkatkan kesejahteraan diri dan keluarganya. Kedua, pembangunan juga memberikan kemungkianan bagi wanita untuk menyalurkan tenaga, ketrampilan, pikiran dan keahlian dalm proses pembangunan. Wanita yangt dulu hanya dikenal sebagai ibu rumah tangga yang bertugas mengurus rumah tangga, suami dan anak-anaknya, pada jaman sekarang ini wanita sudah mengetahui berbagai macam pengetahuan yang mampu bersaing dengan kaum laki-laki. Wanit juga mampu menmpatkan peranannya sebagai seorang dalang dalam melakukan aktivitasnya dalam seni pertunjukan wayang. Kulit Bali.
by admin | Feb 14, 2010 | Artikel, Berita
Oleh I Ketut Ardana
Karawitan Bali sebagai bagian dari seni musik tradisional (etnis) Indonesia telah berkembang pesat. Salah satu fenomena seni yang dapat mengindikasikan wacana tersebut di atas adalah banyaknya bermunculan group-group karawitan Bali di Bali, seperti sanggar printing mas, sanggar saraswasti, sekehe gong kencana wiguna, dan lain-lain. Berdirinya group-group karawitan Bali bahkan sampai ke luar Bali antara lain : Jepang(sekar jepun), Amerika Serikat (Sekar Jaya), Jerman (Kacau Balau), Jakarta, dan Yogyakarta. Perkembangan ini disebabkan antara lain: 1) budaya Bali yang tidak dapat dipisahkan dengan kesenian khususnya seni karawitan, seperti misalnya agama dan adat-istiadat Bali. 2) sikap terbuka masyarakat Bali yang selalu mampu mengkomparasi karawitan Bali dengan idiom-idiom musik atau karawitan Jawa (gending gambang suling). 3) sikap-sikap kreatif para seniman Bali yang selalu memberikan wajah-wajah baru dalam khasanah gending-gending karawitan Bali. 4) nuansa karawitan Bali khususnya gending-gending kebyar bersifat enerjik, keras, dan dinamis. Selain itu, keterkaitan antara upacara agama Hindu yang diklasifikasi dalam panca yadnya dengan karawitan Bali berdampak pada kehidupan karawitan Bali di luar Bali yaitu di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Orang-orang Bali yang merantau ke Yogyakarta selain berbekal tekad yang kuat untuk merintis karir secara ekonomi, bersekolah, juga membawa budaya dan pemikiran-pemikiran kreatif sebagai orang Bali. Oleh karena itu, peta perkembangan karawitan Bali di Yogyakarta cukup signifikan. Pada tahun 1953 pemerintah Daerah Bali mendirikan Asrama Putra Bali di Jalan Mawar no 2 Baciro Yogyakarta yang bernama Asrama Saraswasti, diresmikan pada tahun 1954. Asrama ini kemudian dijadikan pusat kegiatan untuk seluruh warga Bali yang ada di Yogyakarta, mulai dari kegiatan kesenian, olah raga, dan kegiatan keagamaan. Seiring dengan adanya sekretariat kegiatan orang Bali di Yogyakarta, maka dengan alasan sosial kemasyarakatan dibentuk sebuah organisasi yang menaungi orang-orang Bali di Yogyakarta. Organisasi itu bernama Keluarga Putra Bali (KPB) Purantara Yogyakarta. Sama halnya dengan organisasi-organisasi kemasyarakatan yang lain, secara struktural kepengurusan KPB terdiri dari : ketua umum, wakil ketua umum, bendahara, sekretaris, ditambah dengan seksi-seksi seperti seksi kesenian, seksi upacara, dan lain-lain. sampai sekarang jumlah anggato dari KPB sudah mencapai ratusan kepala keluarga. Ada yang sebagai pengusaha, polisi, buruh, dosen, serta seniman. Meskipun memiliki bakat atau keahlian yang berbeda-beda namun masyarakat KPB menyempatkan diri untuk belajar bermain karawitan Bali khususnya gamelan. Adanya suatu oraganisasi yang menaungi masyarakat perantau dapat memberikan kebebasan ruang kepada masyarakat Bali di Yogyakarta untuk mengekspresikan budayanya. Sebuah budaya adiluhung sebagai identitas etnis asalnya.
Masyarakat KPB yang kebanyakan menganut agama Hindu bersama-sama, berbaur, bekerjasama dengan masyarakat Yogyakarta asli yang beragama Hindu dan para mahasiswa Hindu melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan mulai dari upacara piodalan di pura-pura di Yogyakarta maupun melakukan perayaan tahunan upacara nyepi yang terpusat di Candi Prambanan Yogyakarta. Agama sebagai garis vertikal yang menghubungkan tuhan dengan umatnya memberi suatu dampak positif terhadap kesenian. Ada anggapan bahwa ngayah dengan bermain gamelan dan menari merupakan sebuah doa sebagai umat beragama Hindu. Anggapan tersebut memberi motivasi yang kuat kepada masyarakat untuk belajar seni. Oleh karena itu, pada tahun 1963 KPB Purantara membentuk sanggar tari Bali serta group karawitan Bali. Selain itu, pola pikir terhadap pengembangan budaya khususnya kesenian juga menjadi faktor kehadiran sanggar tari dan karawitan.
Sampai saat ini di Daerah Istimewa Yogyakarta terdapat lebih kurang 9 barung gamelan Bali, yaitu 1 barung gamelan gong kebyar, 1 barung gamelan semaradana, dan 1 barung balaganjur dimiliki oleh asrama Saraswati; 1 barung gamelan gong kebyar, 1 barung gamelan gong gede, 1 barung gamelan semar pagulingan, 1 barung gamelan gender wayang dimiliki oleh Institut Seni Indonesia Yogyakarta; 1 barung gamelan gong kebyar dimiliki oleh SMKI Yogyakarta; dan 1 barung gamelan semaradana dimiliki oleh Bapak I Wayan Senen. Dari sekian banyaknya barungan gamelan hanya 2 sekehe gong yang eksis sampai sekarang, yaitu sekehe gong Sarawati dan sekehe gong Arya Kusuma sekehe gong asrama saraswati anggotanya kebanyakan yang terlibat adalah para mahasiswa dari Universitas UKDW, Universitas Gadjah Mada, AKAKOM, ISI Yogyakarta, serta beberapa dari anggota KPB Purantara. Dengan demikian keanggotaan sekehe gong asrama saraswati bersifat sementara. Ketika para mahasiswa itu lulus maka mereka meninggalkan Yogyakarta sekaligus keluar dari anggota sekehe dan digantikan oleh mahasiswa baru. Dari tahun ke tahun regenerasi keanggotaan sekehe gong asrama saraswati lebih banyak dari orang yang keterima sebagai mahasiswa baru di lingkungan universitas se Yogyakarta. Seperti itulah keberadaan sekehe gong asrama Saraswati.