by admin | Mar 9, 2010 | Artikel, Berita
Oleh : Drs. D.A. Tirta Ray, M.Si., Jurusan Seni Murni, FSRD, DM. Pusat 2007
Abstract Penelitian
Kain bebali (wastyra wali) yang tumbuh dan berkembang di Daerah Karangasem, telah memberikan andil besar terhadap perkembangan didaerah Karangasem. Kain bebali merupakan bagian dari produk budaya, masuk dalam rumpun seni kriya, karean keberadaannya dihubungkan dengan kegunaan atau tujuan yang berkaitan dengan aktivitas sosial budaya masyarakat.
Setiap upacara keagamaan di Bali (Hindu) selalu menyertakan kain bebali segbagai sarana upacara. Kain bebali sebagai hasil dan aktivitas budaya yang dalam sistem sosial masysrakat tradisional memiliki keterkaitan yang erat dengan berbagai aktivitas ataupun upacara tradisional. Olek kareanya Kain bebali mampu menunjukna jati dirinya sebagai lokal genius, karena memiliki ciri khas tampilan mitif, warna dan keknik penemuannya. Terlebih lagi kain ini memiliki unsur visual sebagai simbol yang membawa arti tertentu, berdasarkan adat dan kepercayaan masyarakatnya. Penelitian ini menggunakan kerangka teori estetika , menitik beratkan pada bentuk-bentuk yang bermakna estetis, yang dimanfaatkan untuk mengetahui fngsi dan muatan simbol serta makna kain bebali yang senantiasa mengalami perubahan.
Mengenai bentuk kain bebali dalam kehidupan masyarakat Daerah Karangasem dengan analisis bentuk dan jenis raqgam hiasnya serta elemen-elemen pembentuk keindahan merupakan tampilan dari kain tersebut,karena kain bebali sebagai benda pakai lebih mengedepankan keindahan tampilannya. Bentuk dan jenis kain geringsing dapat dilihat dari tampilan fisik yaitu kain panjang dan kain bundar sedangkan jenis kain bebali dapat diketahui dari tampilan ukuran, warna dan jenis motip yang digunakan dalam kain bebali tersebut yang semuanya merupakan simbol-simbol yang bernuansa serigius.
Berdasarkan bentuk dan jenisnya, fungsi kain bebali selain sebagai busana kain geringsing juga difungsikan sebagai sarana dan perlengkapan upacara agama dan adat. Di samping itu, kain bebali juga dipercaya sebagai penolak bala dan saran pengobatan yang didasari atas keyakinan dan kepercayaan. Fungsi lain dari kain bebali dalam kehidupan masyarakat Karangasem adalah fungsi pelestarian, dan fungsi pendidikan. Fungsi ini sangat melekat pada kehidupan budaya kain bebali karena setiap langkah kehidupan masyarakat pendukungnya selalu menghadirkan kain bebali yang dilandasi atas simbol-simbol yang tertera pada kain geringsing tersebut.
Makna kain bebali dalam kehidupan masyarakat Daerah Karangasem didasari atas nilai-nilai simbol yang melekat pada kain bebali tersebut, sehingga kain bebali tersebut, sehingga kain mempunyai nilai intrinsik dan ekstrinsik serta bermakna ganda di masyarakat pendukungnya. Makna kosmologi merupakan makna hubungan manusia dengan alam lingkungan yang selalu harmonis dan tertuang dalam bentuk-bentuk simbol yang merupakan ekspresi pengrajinnya. Sedangkan didalam makna kehidupan terlistas adanya makna kesejahteraan dan kebahagian bagi masyarakat pendukungnya. Repleksi kain bebali tercermin dalam kehidupan keseharian masyarakat pendukungnya dan merupakan harapan kedepan dari budaya Bali agar tetap dapat melestarikan nilai-nilai tradisional yang telah hidup dan berkembang di Daerah Karangasem serta telah dapat mengangkat harkat dan martabat masyarakatnya.
Hasil analisis ditemukan bahwa keberadaan kain bebali pada mulanya hanya sebagai sarana upacara, pakaian adat dan pengobatan, akibat pengaruh pariwisata bentuk ragam hias kain bebali mengalami berkembang dan mengarah pada kepentingan industri pariwisata dan sekaligus menjadi sarana promosi untuk pariwisata namun tanpa menghilangkan eksistensinya sebagai karya tradisi, sesuai dengan fungsi yang direncanakannya, demikian pula maknanya berkembang menuju makna filosofi, kosmlogi, filosofi kehidupan, makan adat, makna kehidupan, dan makna simbolik.
by admin | Mar 9, 2010 | Artikel, Berita
Oleh : Yulinis, SST., M.Si., Jurusan Tari, FSP, DM. Pusat 2007
Abstract penelitian
Tari Payung merupakan tari tradisi Minangkabau yang saat ini telah banyak perubahan dan dikembangkan oleh senian-seniman tari terutama di Sumatra Barat. Awalnya tari ini memiliki makna tentang kegembiraan muda mudi (penciptaan) yang memperlihatkan bagaimana perhatian seorang laki-laki terhadap kekasihnya. Payung menjadi icon bahwa keduanya menuju satu tujuan yaitu membina rumah tangga yang baik. Keberagaman Tari Payung tidak membunuh tari payung yang ada sebagai alat ungkap budaya Minangkabau. Keberagaman tersebut hanyalah varian dari tari-tari yang sudah ada sebelumnya. Sikap ini penting diambil untuk kita tidak terjebak dengan penilaian bahwa varian tari yang satu menyalahi yang lainnya. Sejauh tri terseut tidak melenceng dari akar tradisinya, maka kreasi menjadi alat kreativitas seniman dalam menyikapi budaya yang sedang berkembang.
Penelitian ini memakai teori perubahaan yang dikembangkan oleh Herbert Spencer. Teori perubahan akan dipakai untuk melihat perkembangan yang terjadi pada tari payung. Teori lain yang akan mendukung adalah teori akulturasi yang dikembangkan oleh Koentjaraningrat dan GM. Foster. Teori ini dipakai untuk melihat budaya apa saja yang mempengaruhi perkembangan tari payung dari dulu hingga sekarang. Jumlah penari dalam tari payung selau genap dan selalu berpasangan, bisa tiga atau empat pasang. Kalaupun ada gerakan lelaki berpindah pasangan, bukan berarti hatinya terbagi dua atau lebih, akan tetapi hanya wujud dari kreasi yang dimainkan. Pada hakekatnya mereka hanya satu pasang, tetapi divisualkan dalam bentuk banyak. Hal ini bisa dlihat dari kostum yang dimainkan, dimana seluruh penari permpuan berpakaian sama, begitu dengan penari laki-laki yang semuanya juga sama. Payung yang dimainkan juga berbentuk sama. Tari Payung sejak mulanya telah mengalami perkembangan yang sangat berarti terutama oleh seniman-seniman muda Minagkabau. Perubahan tersebut dipengaruhi oleh tingkat keilmuan yang sudah beragam. Pengaruh gaya dari mana saja msuk menyentuh wilayah seni, tidak terkecuali tari payung. Melayu merupakan unsur utama dalam mempengaruhi gerak tari payung. Begitu juga dengan pola gerak barat, sedikit banyak menyentuh wilayah ini. Senian pembaharu tari payung menjadikan fungsi seni tari itu bergeser dari ritual adat menjadi seni untuk profan yang perkembangannya sangat pesat.Fungsi seni ritual tidak mengalami perkembangan yang berarti, karean seni ritual didukungh oleh pakem-pakem yang jelas dan sulit untu diubah, bahkan tidak mungkin untuk diubah, karena dia berkaitan dengan persolan adat yang memiliki hukum-hukum yang jelas. Berkaitan dengan hal itu, seniman pebaharu tari payung memasuki gerak-gerak yang inovatif supaya bisa menyeimbangkan antara seni profan dengan seni ritual. Mereka hanya memasuki wilayah seni profan yang memiliki potensi untuk dikembangkan dan dijual untuk masyarakat luas.
Seniman pembaharu tari payung melakukan tindakan dalam membentuk gaya baru dalam tyari payung agar keteraturan dan arah yang diinginkan dalam dunia kreativitas bisa terjaga dengan baik tanpa adanya konflik yang merusak sosial itu sendiri. Sistem sosial di Minangkabau memiliki sebuah tipe tertentu yang berbeda dengan sistem sosial yang lain.
by admin | Mar 8, 2010 | Artikel, Berita
Oleh : I Gst. Ngr. Sudibya, SST., Jurusan Tari, FSP, DM., Pusat 2007
Abstract penelitian
Penelitian ini mengkaji tentang pertunjukan Joged Bumbung Blahkiuh. Dimana perkembangannya lebih mengarah kepada unsur-unsur gerakan erotis yang cendrung melanggar nilai-nilai etika, susila, dan estetika dalam ajaran agama.
Sebagai kajian kualitatif maka yang menjadi pokok permasalahan pertama adalah Bagaimana bentuk Joged Bumbung Blahkiuh sebagai seni pertunjukan hiburan masa kini; kedua, Unsur-unsur apa yang menjadikan Joged Bumbung Blahkiuh sebagai seni pertunjukan hiburan masa kini.Teori yang digunakan untuk membedah adalah (1) Teori Komodifikasi yaitu teori yang mengkaji bentuk yang dapat menghibur masyarakat pada masa kini. (2) Teori Estetika yang dapat dimanfaatkan untuk melihat unsur-unsur kreativitas dalam petunjukan joged bumbung Blahkiuh. Sebagai penelitian kualitatif, pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara, dokumentasi dan studi kepustakaan. Kehadiran Joged Bumbung Blahkiuh mampu menyuguhkan hiburan kepada masyarakat. Dan faktor-faktor yang seperti ekonomi, kebersamaan, gotong royong, individu dan faktor hiburan juga sangat berperan. Selama ini kreatifitas Joged Bumbung Blahkiuh menyajikan bentuk yang tidak lepas dari tradisi, namun lebih mengutamakan unsur-unsur baru /kekinian yag kelewat menantang terutama goyang pinggulnya desenangi masyarakat penggemarnya.
by admin | Mar 8, 2010 | Artikel, Berita
Oleh : Drs. I Gede Mugi Raharja, M.Sn., Jurusan Desain., FSRD., DM Pusat 2007
Abstract penelitian
Desain interior adalah bidang ilmu baru yang sedang berkembang dan memiliki prospek yang cukup luas pada era modern ini. Semakin modern perkembangan budaya dan kehidupan maka bidang ini akan semakin diperlukan. Akhir-akhir ini pembangunan dan renovasi rumah tinggal cendrung mengabaikan kaidah-kaidah estetika (tujuan akhir dalam bidang seni rupa dan desain). Hal tersebut terlibat pada penurunan derajat keberaturan unsur-unsur desain pada setiap desain interior banguan baik yang direnovasi maupun pada bangunan baru. Untuk meningkatkan derajat keberaturan dalam bidang desain interior ini dapat dicapai dengan meningkatkan derajat repetisi, redundansi, reduksi, simetri disamping menerapkan dasar-dasar desain secara umum. Apabila pengolahan derajat keberaturan keempat unsur ini maksimal, maka desain tersbut akan memiliki kualitas estetika yang baik.
Kosep ruang tradisional Bali age adalah konsep ruang sederhana yang diterapkan dengan mengutamakan fungsi dan lingkungan, Fungsi-fungsi ruangnya mengacu pada situasi dan kondisi aktivitas penghuni pada saat itu sehingga melahirkan konsep ruang seperti yang diwarisi sekarang. Cukup banyak Desa yang dapat dijadikan subyek penelitian seperti di daerah Sidatapa, Tigawasa, Sembiran, Julah, Sukawana, Tenganan, Bugbug, Penglipuran, Binyan, dan Pengotan. Namun keterbatasab waktu untuk melakukan penelitian maka sesuai dengan metode yang digunakan (purposive sample) maka Desa-desa yang dipilih adalah Sidatapa, Julah, Tenganan, Bugbug dan Pengotan. Desa-desa ini ada yang telah dikenal luas seperti enganan, namu ada juga yang belum dikenal secara luas Desa Pengotan.
Desain interior rumah tinggal tradisional Bali Age menggunakan pola-pola yang sederhana, dengan jenis banguan yang sederhana pula. Bangunannya hanya terdiri dari 1-6 masa bangunan dengan interior yang tidak memiliki banyak level. Lebih banyak menggunakan bentuk-bentuk segi empat dan tidak ditemukan adanya bentuk-bentuk lingkaran seperti yang dipoergunakan pada desain interior yang berkonsep geosentris.. Konsep rumah tinggal Bali Age pada umumna menggunakan konsep linear dan grid atau telah berkonsep kombinasi antara keduanya. Konsep ini mengacu pada konsep ruang abad pertengahan dengan pola segi empat. Sebagain besar menggunakan konsep Hulu–Teben atau dikenal dengan konsep Kaja-Kelod (gunug-laut). Rempat yang lebih suci berada di hulu sedangkan tempat yang lebih kotor ditempatkan pada daerah teben. Bentuk Desain interior rumah tinggal tradisional Bali Age adalah menggunakan bentuk –bentuk segi empat dan segi empat panjang. Kosep Modern saat ini lebih banyak menggunakan konsep minimalis pada pengembangannya. Konsep ini mengutamakan funsi dan efisiensi ruang untuk memudahkan perawatan dan meminimalisir biayanya. Model rumah tinggal tradisional Bali Age memiliki tuntutan ruang yang diperlukan pada era modern ini
by admin | Mar 6, 2010 | Artikel, Berita
Oleh : Drs. I Made Jana,Jurusan Kriya, FSRD, DM., Pusat 2007
Abstract
Penelitian ini tewrmasuk penelitian deskriptif-kualitatif, yaitu bertujuan mendeskrifsikan Pengolahan Bambu sebagai Produk Seni Kerajinan ditengah Lesunya Kepariwisataan di Bali. Metode pengambilan data dilakukan secara acak/random. Pengambilan sample lebih ditekankan pada lokasi-lokasi pasar, tempat pameran , acara –acara tertentu yang menyertakan kerajinan Bambu di Bali, dan beberapa perajin bambu di Bali. Lokasi pengambilan sample dilakukan di Pasar Sukawati Seni Gianyar, Pasar Seni Kuta, Pasar Kota bangli, Pasar Seni Satria, di Art Centre pada Pesta Kesenian Bali 2007. Pengambilan data juga dilakukan di internet. Waktu pengambilan data dilakukan dari bulan Juni-Nopember 2007. Dari obyek penelitian yang diajukan dapat dijelaskan sebagai berikut. Proses pengolahan bambu sebagai produk kerajinan ditenagh lesunya kepariwisataan di Bali yang terlihat menonjol adalah arah pasar lebih terkonsentrasi pada pasar lokal yaitu masyarakat Bali. Dari lokasi pengambilan data seperti yang disebutkan di atas didapatkan benda-benda kerajinan bambu untuk kepentingan masyarakat lokal seperti keben/sokasi. Benda ini sangat dibutuhkan masyarakat Bali kaitannya upacara agama sebagai tempat sesajen. Benda ini cukup diminati masyarakat, karena tampilannya yang menarik, walaupun bentuknya hampir sama. Sedangkan pasar luar negeri hanya bisa digarap oleh perajin-perajin yang telah mempunyai buyer luar sebelum terjadinya bom Bali. Jenis produk bambu yang dieksport berupa barang fumiture dan produk kerajinan bambu lainnya. Disamping kemampuan untuk mengakses pasar luar negeri lemah dari berbagai bidang. Namun dilihat dari kreatifitas perajin nampak beberapa pengembangan desain-desain baru.
Teknik pengolahan bambu sebelum digunakan sebagai benda kerajinan hampir sama dengan tahun-tahun sebelumnya misalnya dikeringkan, direndam dan disemprot dengan cairan pestisida. Proses ini termasuk pengolahan awal untuk menghindari bambu dari serangan sehingga produk yang dihasilkan lebih awet. Konsumen umumnya meminta penggunaan bahan pengawet ini adalah bahan yang ramah lingkungan. Teknik pembuatan kerajinan bambu ini dapat dikelompokkan menjadi 3 yaitu dianyam, non anyaman (dipotong, dibelah, dan dilobangi dsb), dan gabungan dianyam dan no anyaman. Jenis-jenis produk bambu yang dibuat oleh perajin di Bali adalah benda-benda yang berfungsi pakai artinyabenda tersebut memiliki fungsi praktis, dengan sentuhan seni baik dengan motif anyaman, jenis dekorasi, pengolahan bentuk dan finishing sesuai dengan bentuk dan fungsi benda tersebut. Dalam penelitianini tidak ditentukan benda kerajinan bambu yang khusus berfungsi hias, maksudnya adalah benda tersebut khusus diciptakan berfungsi menghias seperti menghias ruangan, menghias dinding dan sebagainya. Jenis-jenis produk yang dibuat ini dapat dikelompokkan berdasaran teknik pembuatannya, berdasarkan fungsinya, dan berdasarkan sasran pasarnya. Teknik pengawet bendayang sudah jadi lebih banyak dilakukan dengan cara finishing, artinya finishing (penyelesaian akhir merupakan bagian dari pengawetan). Proses ini dilakukan dengan cara melapisi benda kerajinan bambu dengan bahan pernis diornamen dengan cat minyak atau bahan lainnya yang sejenis. Dengan kondisi pasar yang kurang baik, bahan bambu masih bisa dipenuhi dari bambu-bambu lokal, berbeda dengan keadaan beberapa tahun sebelumnya jika pesanan banyak bambu didatangkan dari luar Bali.
by admin | Mar 5, 2010 | Artikel, Berita
Oleh : Desak Made Suarti Laksmi, SSKar.,MA., Jurusan Karawitan, FSP, DM., Pusat 2007
Abstract
Kidung Manusa Yadnya merupakan nyanyian suci keagmaan yang keberadaannya diakui oleh penganut agama Hindu terlebih pada masyarakat Hindu di bali. Kehidupan beragama serta pelaksanaan upacara menuntut kehadiran kidung hampir disetiap upacara keagamaan. Pelaksanaan upacara Manusa Yadnya satu diantaranya memiliki rentang upoacara yang sangat panjang dan beragam. Dimualai sejak seorang ibu mengandung seorang bayinya, sudah diupacarai dengan upacara yang dinamai upacara pagedong-gedongan. Upacara pendahuluan ini diikuti dengan beberapa jenis upacara berikut nya seperti: bulanpitung dina (upacara satu bulan tujuh hari), nelu bulanin (upacara tig bulanan), ngotonin (upacara saat anak berusia enam bulan), metatah/ mepandes (upacara potong gigi) dan upacara yang terkhir adalah pawiwahan (upacara pernikahan). Pasangan yang baru menikah ini akan memulai kehidupan baru yang merupakan sebuah pertanda dimulainya sebuah proses ritual yang harus ditaati dan menjadi beban tanggung jawab setiap pasangan baru. Sklus ini berjalan secara alami dan turun temurun secara terus menerus sepanjang kehidupan keagamaan ini bisadipertahankan oleh keturunan atau ahli waris dari sebuah keluarga Hindu.Keseluruhan upacara tersebut merupakan tanggung jawab orang tua sebagai implementasi dari pelaksanaan Tri Rna dimana perhitungan bulan dalam setiap pelaksanaan upacara berlaku menurut perhitungan sisitim kalender Bali. Berbagai jenis kidung bisa dinyanyikan untuk menunjang kelengkapan maupun menambah kehidmatan sebuah hajatan yang bersifat ritual ini. Kidung-kidung tersebut disesuaikan peruntukan dengan jenis dan alur melodinya dengan mempertimbangkan isi syair dan kaitannya dengan jenis upacara yang sedang dilaksanakan. Dari beberapa kidung yang biaa dinyanyikan dalam upacara tertentu kiranya masih banyak yang layak difungsikan namun tidak mendapat perhatian yang sama dengan kidung-kidung yang sudah terbiasa dinyanyikan. Nilai budaya kidung ini perlu dikembangkan sejalan dengan kwantitas upacara yang demikian variatifnya dengan memperhatikan teks dan konteksnya, sehingga upacara yang digelar menjadi semakin bermakna.