Ykh. Dekan FSP dan Dekan FSRD ISI Denpasar beserta jajarannya
Ykh. Ka. BAAKK dan Ka. BAUK ISI Denpasar
Ykh. Bapak/ Ibu Kepala UPT. ISI Denpasar
Dan Bapak/ Ibu dosen ISI Dnpasar yang kami banggakan.
Puja dan puji syukur kami haturkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa/ Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena berkat rahmat-Nya lah pada hari ini kita dapat berkumpul dalam keadaaan sehat dan bahagia guna mengikuti acara “Sosialisai Blog ISI Denpasar”. Pada kesempatan yang baik ini izinkan saya juga mengucapkan terimakah atas kesediaan Bapak/ Ibu yang telah memenuhi undangan kami.
Hari ini Selasa, tanggal 17 September 2013, UPT. Pusat Komputer (PUSKOM) ISI Denpasar menyelenggarakan Sosialisasi Blog yang bertujuan untuk memberi wadah kepada para dosen ISI Denpasar untuk dapat menuangkan karyanya kedalam Blog ISI Denpasar. Blog yang merupakan singkatan dari Web log memiliki manfaat bagi para dosen diantaranya sebagai sarana berbagi pengetahuan, sebagai media kreatifitas atau pun personal branding. Sedangkan Blog ISI Denpasar juga memiliki manfaat besar bagi kampus yaitu sebagai sarana promosi perguruan tinggi serta Blog ISI Denpasar juga memeberi kontribusi untuk meningkatkan pemeringkatan Webometrics / 4ICU ISI Denpasar. Kegiatan ini juga akan berperan untuk mewujudkan visi ISI Denpasar sebagai centre of excellence.
Bapak Rektor Ykh, dan hadirin yang berbahagia, untuk berbagi informasi terkait blog, maka kami mengundang pembicara Bapak Wahyudi ST,MT. Beliau adalah dosen dan Kepala Biro Sistem Informasi di Universitas Muhamadiyah Yogyakarta (UMY). Beliau akan membawakan makalah dengan judul “Manfaat Blog Civitas Akademika dan Peringkat Webometrics untuk Perguruan Tinggi”. Pada kesempatan ini kami mengundang 212 dosen dengan rincian 112 dosen dari FSRD dan 100 dosen dari FSP untuk dapat mengikuti sosialisasi ini. Untuk itu kami mohon kesediaan Bapak Rektor untuk dapat membuka acara Sosialisasi Blog ISI Denpasar pada pagi hari ini.
Bapak Rektor Ykh, dan hadirin yang berbahagia, pada moment yang berbahagia ini, kami juga memberikan reward kepada dosen dan mahasiswa yang memiliki blog ISI Denpasar teraktif. Penghargaan tersebut kami berikan kepada Bapak Hendra Santosa, S.SKar., M.Hum sebagai Dosen dengan Blog Teraktif.
Pada sosialisasi hari ini kami juga ingin melaporkan bahwa untuk pelayanan yang lebih baik, mail ISI Denpasar telah berkolaborasi dengan Google App. Mempermudah proses migrasi email lama ke email baru, maka kami telah membagikan tutorialnya kepada seluruh dosen.
Demikian laporan ini. Terimakasih saya ucapkan kepada seluruh panitia yang telah menyiapkan acara ini. Semoga sosialisasi ini berjalan dengan baik, dan kami akhiri dengan Prama Santi ,
Denpasar- UPT. Puskom ISI Denpasar tanggal 17 September 2013 akan mengadakan acara ‘Sosialisasi Blog ISI Denpasar’. Penyelenggaraan sosialisasi blog ini bertujuan untuk memberi wadah kepada para dosen ISI Denpasar untuk dapat menuangkan karyanya kedalam Blog ISI Denpasar. Blog yang merupakan singkatan dari Web log memiliki manfaat bagi para dosen diantaranya sebagai sarana berbagi pengetahuan, sebagai media kreatifitas atau pun personal branding. Sedangkan Blog ISI Denpasar juga memiliki manfaat besar bagi kampus yaitu sebagai sarana promosi perguruan tinggi serta Blog ISI Denpasar juga memeberi kontribusi untuk meningkatkan pemeringkatan Webometrics / 4ICU ISI Denpasar. Kegiatan ini juga akan berperan untuk mewujudkan visi ISI Denpasar sebagai centre of excellence.
Rektor ISI Denpasar, Dr. I Gede Arya Sugiartha, S.SKar., M.Hum rencananya akan membuka acara, yang dihadiri 212 dosen dengan rincian 112 dosen dari FSRD dan 100 dosen dari FSP ISI Denpasar. Untuk berbagi informasi terkait blog, maka UPT. Puskom mengundang pembicara dari Universitas Muhamadiyah Yogyakarta (UMY) yaitu Wahyudi ST,MT. Beliau adalah dosen dan Kepala Biro Sistem Informasi di Universitas Muhamadiyah Yogyakarta (UMY). Wahyudi akan membawakan makalah dengan judul “Manfaat Blog Civitas Akademika dan Peringkat Webometrics untuk Perguruan Tinggi”.
Pada moment tersebut UPT. Puskom juga memberikan reward kepada dosen dan mahasiswa yang memiliki blog ISI Denpasar teraktif. Penghargaan tersebut diberikan kepada Hendra Santosa, S.SKar., M.Hum sebagai “Dosen Dengan Blog Teraktif”. Pada sosialisasi tersebut juga akan dibagikan tutorial proses migrasi email ISI Denpasar karena untuk pelayanan yang lebih baik, mail ISI Denpasar telah berkolaborasi dengan Google App.
Kiriman : Dewa Gede Purwita, Mahasiswa Pascasarjana ISI Denpasar
Pendahuluan
Budaya visual di Buleleng memiliki bahasa ungkap yang berbeda dari bahasa ungkap lazimnya yang mudah ditemui di daerah Bali lainnya. Ragam rupa yang nyeleneh nampaknya menjadi sebuah peng-gaya-an terhadap visualisasi kreatif masyarakat pada era pra maupun pasca perang Puputan Jagaraga yang terjadi pada tahun 1848. Dari sisi pandang psikologi, nampaknya perlu penelitian lebih jauh mengenai pemikiran-pemikiran daripada seniman ataupun masyarakat Buleleng yang banyak menciptakan bentuk-bentuk dan bahasa rupa yang sangat berani memunculkan ikon-ikon semacam tradisi yang di-komik-kan, namun pada tulisan ini sisi psikologis tersebut tidak akan dibahas banyak melainkan akan membahas perihal lebih membaca mengenai bahasa rupa pada relief-relief di Pura Subak Jagasari, Desa Jagaraga, Buleleng.
Bahasa rupa menurut Prof.Dr. Primadi Tambrani[1] merupakan “ilmu” yang baru lahir di Indonesia, dimulai sekitar tahun 1980 dan berkulminasi pada prasejarah-primitif-tradisional-anak dan bahasa rupa modern. Dengan ilmu ini kita bisa membaca gambar gua prasejarah, primitive, tradisi, anak, walaupun gambar itu praksis “full” gambar tanpa teks.[2] Dari pemaparan singkat mengenai bahasa rupa oleh Primadi Tambrani maka pada tulisan ini adalah menganalisa tentang bentuk serta cerita pada panil relief pada tembok Kori Agung Pura Subak Jagasari. Relief-relief tersebut ada beberapa panil, namun pada kesempatan ini hanya akan meneliti pada dua panil saja yaitu pada sisi kanan dan kiri dari kori agung.
Bali Utara merupakan sisi paling utara dari Pulau Bali dan dipisahkan oleh perbukitan vulkanis yang membentang dari Kabupaten Karangasem (Bali Timur) hingga Jembrana (Bali Barat). Menurut catatan Medhurst dan Tomlin kerajaan yang pertama disinggahinya ialah Baliling[4] yang luas wilayahnya terbetang dari Sang-sit di bagian timur hingga Batema di barat yang dikelilingi garis pantai. Kabupaten Buleleng yang disebut juga Bali Utara ini memiliki kultur dan masyarakat yang lebih dinamis didalam memadukan berbagai budaya.
Masyarakat Buleleng dikenal dengan masyarakat yang sangat heterogen, segala etnis berbaur menjadi satu sehingga mempengaruhi berbagai tatanan kehidupan sosial, budaya bahkan kesenian di Bumi Panji Sakti. Etnis Cina banyak mempengaruhi dibagian kota, etnis Bugis, Melayu, Bali Mula (Sembiran, Pedawa, Sidatapa, Tigawasa, Cempaga), kepercayaan Budha di daerah Banjar, dll. Semua suku dan etnis serta percampuran kebudayaan tidak terlepas dari adanya dua pelabuhan besar pada zaman kerajaan yaitu pelabuhan Sangsit dan Pabean (bekas Pelabuhan Buleleng di Kota Singaraja).
Kepercayaan awal dari penduduk Buleleng setempat sering dikaitkan dengan sekte Bhairawa. Menurut penduduk lokal didaerah Banyuning, mengatakan bahwa Buleleng merupakan penganut sekte Bhairawa oleh karena itu di seluruh Pura-Pura kuno banyak ditemukan berbagai bentuk arca yang menghadirkan figur seram, sadis, dan berapi-api.
Pada saat invasi tentara Belanda tercatat dalam sejarah yaitu tanggal 16 April 1848 bergolak sebuah pertempuran antara kerajaan Buleleng dengan pasukan Belanda yang dikenal dengan nama Puputan[5] Jagaraga. Puputan Jagaraga merupakan perlawanan seorang Patih yang berasal dari Karangasem dan mengabdi atau diangkat di Kerajaan Buleleng[6].
Perang jagaraga dipimpin oleh Patih I Gusti Ketut Jelantik[7] serta didukung oleh pemimpin lainnya seperti I Gusti Lanang Sura, Jero Jempiring, dan Jero Tilem. Dari pertempuran inilah kemudian sejarah dari nama Desa Jagaraga dimulai.
Pada awalnya Desa Jagaraga bernama Desa Suka Pura dan mempunyai subak beranama Subak Jaga Sari[8], Desa Suka Pura dahulunya sudah mempunyai Pura Dalem yang bernama Pura Segara Madu, kemudian Pura Dalem ini hancur ketika terjadinya perang Jagaraga pada 1846-1848 dan sekarang situs Pura Segara Madu yang hancur menjadi sawah yang ditanami padi. Kemudian nama Jagaraga diambil dari istilah jaga raga yang memiliki arti ‘menjaga diri’ dalam konteks ini merupakan istilah yang sering digunakan masyarakat dahulu pada saat perang berlangsung.
Setelah hancurnya Pura Segara Madu maka pada saat genting pasca perang 1849 masyarakat Jagaraga mendirikan Pura Baru dengan arsitektur yang bercampur dengan peng-gaya-an diadopsi dari desa lainnya yang berdekatan dengan Jagaraga, Pura Dalem Jagaraga dibangun dan Gedong[9]Pura Dalem berdampingan dengan GedongMrajapati atau Prajapati, hal inilah yang menjadi salah satu keunikan, karena pada saat itu dikerjakan dengan cepat dan mengefisienkan waktu[10].
Dari pemaparan singkat mengenai sejarah keberadaan Pura di Jagaraga maka dapat ditarik kesimpulan awal bahwa Pura Subak Jagasari sudah ada sejak sebelum kontak fisik antara Belanda dengan pejuang Kerajaan Buleleng, namun ketika kekalahan pasukan Buleleng dan Belanda menguasai daerah tersebut Pura yang hancur ketika perang Jagaraga dibangun dengan kurun waktu hampir bersamaan dengan dibangunnya Pura Dalem Jagaraga yang Baru pada tahun 1849.
[1] Dosen Institut TeknoloGI Bandung, peneliti Bahasa Rupa.
[2] Primadi Tambrani. Bahasa Rupa. (Bandung:Penerbit Kelir. 2012) hlm.3.
[3] Uraian beberapa data mengenai Sejarah Singkat ini diambil pula dari tugas perkuliahan PPS ISI Denpasar mata kuliah Seni Tradisi dan Nusantara tahun 2012.
[4] Baliling yang dimaksud adalah Buleleng. Lihat Adrian Vickers. Bali Tempo Doeloe. Jakarta:Komunitas Bambu, 2012, hlm. 204.
[5] Puputan adalah suatu nilai heroisme yang religius sebagai jawaban atas penjajahan yang bernilai material semata-mata. Lihat Sejarah Klungkung, Drs. Ida Bagus Sidemen, dkk. 1983, hlm.148.
[6] Pada tahun itu Kerajaan Buleleng sudah jatuh ketangan Kerajaan Karangasem dan keturunan Panji Sakti terpecah belah, Lihat Babad Buleleng versi Gedong Kertiya.
[7] I Gusti Ketut Jelantik merupakan Patih Agung Kerajaan Buleleng dengan Rajanya Gusti Made Karangasem. (1821 – 1849) Lihat, Soegiyanto. I Gusti Anglurah Panji Sakti: Raja Buleleng 1599 – 1680. 2011, hlm.188.
[8] Subak adalah system pengairan yang ada di Bali. Hingga sekarang nama Subak Jagasari masih dipergunakan oleh masyarakat Buleleng dan pura Subaknya masih ada.
[9] Rumah berpintu. Lihat Anandakusuma, Sri Reshi. Kamus Bahasa Bali 1986, hlm. 59. Dalam konteks Pura, Gedong merupakan tempat bersemayamnya Dewa-Dewi.
[10] Lihat Sejarah Pura Dalem Jagaraga pada selebaran (Guide Article) yang dibagikan gratis pada saat berkunjung ke Pura Dalem Jagaraga berjudul “JAGARAGA, TEMPLE OF THE DEATH – PURA DALEM”.
Jakarta–Dirjen Pendidikan Tinggi, Djoko Santoso dihadapan lebih dari 90 pendidik dan tenaga kependidikan yang hadir dalam acara pembukaan Pemilihan Pendidikan dan Tenaga Kependidikan Berprestasi 2013 di Jakarta, Jumat (5/7), mengungkapkan betapa pentingnya pengelolaan yang baik dalam menjalankan sistem perguruan tinggi, menurutnya tanpa pengelolaan yang baik tidak mungkin perguruan tinggi tersebut dapat berkualitas.
“Setidaknya ada tiga komponen penting dalam mengelola perguruan tinggi yang berkualitas, satu adalah individunya baik dosen maupun tenaga kependidikannya, kedua adalah pengelolanya seperti kepala program studi, dekan hingga rektornya, dan yang ketiga adalah sistem dalam institusinya itu sendiri. Kalau ketiga aspek tersebut terkelola dan berjalan dengan baik, saya yakin perguruan tinggi itu pasti top dan berkualitas” jelas Djoko.
Standar atau ukuran dalam pengelolaan perguruan tinggi pun dibutuhkan, tanpa standar atau ukuran, bagi Djoko mustahil pendidikan tinggi secara luas dapat terkelola dengan baik. Djoko mencontohkan perubahan standar pengelolaan perguruan tinggi yang berkorelasi dengan peningkatan kualitas perguruan tinggi tersebut, ketika dirinya masih tercatat sebagai mahasiswa di Institut Teknologi Bandung (ITB) pada dasawarsa 70-an, jumlah mahasiswa yang tercatat adalah 3000 orang, angka ini kemudian berkembang ketika Djoko menjabat sebagai PR 2 di perguruan tinggi tersebut, tercatat jumlah mahasiswa saat itu sekitar 18.000 orang dan hari ini jumlah mahasiswa di ITB sudah lebih dari 21.000 orang, “kalau pengelolaannya tetap seperti waktu jumlah mahasiswanya 3.000, tentu saya yakin tidak akan seperti sekarang, oleh karena itu standar pengelolaan pasti berubah dan yang sekarang tentu lebih canggih lagi”.
Standar dan ukuran ini tentunya harus berkembang mengikuti perubahan waktu atau jamannya, khusus dalam pengembangan pendidikan, kurikulum pun harus turut berkembang dan berubah. “Kalau di ITB, paling tidak kurikulum harus berubah 5 tahun sekali, dan wajib dimulai dengan kompetensi yang dituju, menggunakan konsep ASK yaitu Atittude, Skill and Knowledge dan nanti ujungnya adalah proses perkuliahannya” jelas Djoko.
Djoko pada kesempatan tersebut juga menghimbau agar para pendidik dan tenaga kependidikan yang berprestasi untuk terus dapat mengembangkan ilmu pengetahuan dan menciptakan sistem pengelolaan pekerjaan khususnya dalam lingkungan adminstrasi yang efektif, cepat dan efisien, oleh karenanya Djoko menyebutkan agar setiap dosen harus memiliki academic curiosity dan tenaga kependidikan memiliki administration curiosity untuk dapat mencapai tujuan tersebut.
Acara Pemilihan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Berprestasi merupakan cara yang digelar setiap tahunnya oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi melalui Direktorat Pendidik dan Tenaga Kependidikan. Gelaran yang bertujuan untuk memberikan apresiasi kepada insan perguruan tinggi ini, memiliki enam katagori yang diperebutkan yaitu dosen, ketua program studi (kaprodi), pustakawan, tenaga administrasi akademik, tenaga pengelola keuangan, dan laboran.
Proses pemilihan pemenang sendiri akan melalui seleksi yang ketat, para nominasi akan presentasi mengenai karya dan inovasinya di hadapan dewan juri yang terdiri dari beberapa pemenang tahun sebelumnya, jajaran pimpinan perguruan tinggi, tim pakar hingga asesor pada Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN PT). (YH/FH)
Jakarta, 29 Juni 2013–Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI memberikan penghargaan kepada Mahasiswa Bidikmisi dan Sarjana Mendidik di daerah Terdepan, Terluar dan Tertinggal (SM3T) pada Puncak Acara Hardiknas Tahun 2013 yang dilaksanakan secara on air di Stasiun RCTI siang ini, Sabtu 29 Juni 2013.
Selain itu, penghargaan juga diberikan kepada 9 (sembilan) siswa siswi yang memperoleh Nilai UN terbaik tingkat SD, SMP dan SMA/SMK dan Kepala Daerah yang telah berhasil mencapai 75% Pendidikan Anak Usia Dini di daerahnya yaitu D.I Yogyakarta, Jawa Timur dan Kepulauan Bangka Belitung.
Puncak Acara ini bersamaan dengan Putaran Grand Final Ajang Cipta Lagu Anak Indonesia Tahun 2013 yang menurut Muhammad Nuh juga merupakan salah satu cara pendidikan pembentukan karakter melalui jalur non formal. Lagu merupakan media pendidikan terutama bagi anak-anak usia dini, karena lagu dapat mengajarkan nilai-nilai kebaikan. Karena hanya dengan pendidikanlah virus kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan dapat di basmi.
Selanjutnya, Birrul Qodriyyah mahasiswi penerima Bidikmisi program Studi Ilmu Keperawatan, Semester 6, Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada memberikan motivasi bahwa kemiskinan bukanlah penghalang untuk meraih cita-cita, dengan bekal belajar dengan giat serta bekerja keras, dan beasiswa Bidikmisi, anak-anak Indonesia dapat belajar sampai menjadi sarjana. Selain secara akademis unggul (IPK 3,7), Birrul juga kerap menjuarai berbagai lomba pidato, karya tulis ilmiah dan lain-lain baik secara Nasional sejak berada di bangku sekolah menengah pertama. Untuk tahun 2013, Birrul juga telah masuk seleksi nasional pemilihan mahasiswa berprestasi yang setiap tahun dilaksanakan oleh Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan Ditjen Pendidikan Tinggi.
Sementara Sandra Novita Sari, Sarjana Universitas Negeri Semarang dengan semangat “mencerdaskan anak bangsa” telah mengabdikan dirinya bersama peserta Sarjana Mendidik di Daerah Terdepan, Terluar, dan Tertiggal (SM-3T), semenjak Oktober 2011 di Kabupaten Manggarai, Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT) di SMK Negeri Wai’riki, 12 km dari kota Ruteng, ibukota Kabupaten Manggarai. Saat ini Sandra telah menyelesaikan pendidikan profesi guru di kampus yang sama. (NH)