Pesona Seni Budaya Bali Memukau Jakarta

Kiriman : Kadek Suartaya, SSKar., M.Si (Dosen Jurusan Karawitan ISI Denpasar)

Anjungan Bali di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Jakarta, pada Sabtu (23/5/2015) malam lalu disesaki para pengunjung. Pada malam yang cerah itu adalah puncak perhelatan Pesona Seni Budaya Bali yang menyuguhkan pagelaran seni pertunjukan yang khusus didatangkan dari Pulau Dewata. Sekitar seratus lebih seniman Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar hadir menyajikan seni pentas di panggung terbuka anjungan tersebut. Garapan seni pertunjukan dengan tajuk “Bali Nusa Ning Nusa” yang berdurasi 60 menit, disimak dengan antusias para penonton yang datang dari penjuru Jakarta dan sekitarnya.

          Gubernur Bali I Made Mangku Pastika dengan bangga memberikan sambutan sebelum pagelaran dimulai. Undangan yang terdiri dari perwakilan kedutaan negara-negara sahabat mencerap dengan seksama pidato orang nomer satu di Propinsi Bali itu. Demikian pula masyarakat Bali yang berdomisili di Jakarta mendengarkan penuh perhatian informasi tentang keadaan dan perkembangan di Bali yang disampaikan dengan sistematis namun dengan gaya yang bersahabat oleh sang gubernur. Dalam pidatonya, Mangku Pastika mengungkapkan tentang program Bali Mandara, Bali yang maju, aman, damai dan sejahtera. Gubernur juga mengajak masyarakat internasional untuk menyaksikan pesta seni budaya Bali pada bulan Juni-Juli ini.

          Tepat pukul 20.00 pertunjukan dimulai. Diawali dengan penampilan lima gadis ayu menyajikan tari Stuti Puja sebagai ungkapan selamat datang kepada segenap penonton. Lenggak lenggok lembut para penari dengan senyum merekah ramah membuat penonton terpesona. Keterpanaan penonton kemudian berlanjut dengan tampilan tari berikutnya, Aguru, sebuah tari ciptaan baru yang bertutur tentang tradisi belajar dan mengajar seni tari di tengah masyarakat Bali tempo dulu. Tari ciptaan dosen ISI Denpasar, I Wayan Sutirtha, S.Sn, M.Sn  yang dibawakan tujuh orang penari pria dan wanita ini menggugah penonton. Dalam tari yang bergulir sekitar delapan menit itu tergambar bagaimana eratnya kasih hubungan lahir batin antara guru dan murid.

          Suguhan pamuncak yaitu oratorium “Bali Nusa Ning Nusa” membuat penonton bergeming. Dari menit ke menit, dari adegan per adegan seakan disimak tanpa berkedip. Garapan seni pentas ini diawali dari tapa semadi Dewa Siwa.  Tiba-tiba datang Dewa Kamajaya dan Dewi Ratih menggoda dengan cara memadu cinta di hadapan Dewa Siwa. Dewa Siwa terbangun dari semadinya dan amat murka dengan prilaku dewa-dewi itu dan membakar/mengutuk keduanya menjadi manusia. Dewa Siwa menghukum sejoli Kama dan Ratih turun ke bumi menaklukkan para raksasa yang mengancam kehidupan manusia di Pulau Bali. Kama dan Ratih mengembara melewati zaman prasejarah, zaman Bali Kuno, zaman kerajaan hingga zaman modern. Setelah Bali maju, aman, damai, sejahtera (Mandara), Kama dan Ratih dipanggil kembali Dewa Siwa menuju Kahyangan dan dikembalikan wujudnya sebagai Dewa Kamajaya dan Dewi Ratih.

          Menggunakan iringan gamelan semarapagulingan saih pitu, karya seni pentas ISI Denpasar ini sungguh menggugah. Dibawakan oleh para penari yang andal dibawah tataan para koreografer yang berpengalaman, oratorium arahan direktur artistik I Made Sidia, S.Sn, M.Sn ini mengundang decak yang berlangsung hingga di belakang panggung seusai pementasan. Penonton berebutan ke belakang pangggung menunjukkan apresiasinya kepada para penari. Dengan rona berseri-seri mereka mengungkapkan rasa kagumnya sembari minta ijin untuk foto bersama dengan para penari dan penabuh. “Kami berharap akan ada lagi pementasan yang berkualitas yang datang dari Bali pentas di Jakarta,” ujar Ketut Arjutawan asal Bangli yang telah 40 tahun tinggal di ibu kota.

          Oratorium “Bali Nusa Ning Nusa” ini tampak ditata dengan koreografi dan komposisi iringan yang apik dengan utaian vokal wanita (gerong) nan serasi. Digarisbawahi oleh alunan tandak dalam bahasa Kawi dan penegasan (dialog dan menolog) dalam narasi bahasa Indonesia, menjadikan seni pentas ini begitu komunikatif dicerna penonton. “Dalam kehampaan dan keheningan, Hyang Siwa bersemadi dengan khusuk. Gumam cita, cipta, dan karsanya ditujukan pada keharmonisan alam semesta. Namun tapa yoga Hyang Siwa tiba-tiba buyar, menerawang, gamang, ketika menyaksikan kehidupan di bumi Nusantara didera kekacauan oleh ulah dan teror para raksasa, jin setan yang beringas menakutkan,” demikian  narasi seni pentas ini menegaskan adegan awal melukiskan Dewa Siwa di puncak gunung dibalut asap putih yang mengepul.

          Adegan yang mengisahkan Bali pada zaman modern tampak mengguncang emosi penonton. Bom yang terjadi di Bali dikisahkan dengan narasi bernada sedih, “Kedamaian yang bersemi di pulau Bali tiba-tiba diterjang petaka. Bencana datang tanpa pernah diundang. Pada suatu malam, bom biadab mengoyak ketenteraman dan kedamaian pulau Bali. Bom pada malam jahanam itu membuat dunia meradang. Bom sang durjana melumpuhkan sendi kehidupan masyarakat. Dan masyarakat Bali pun lunglai dalam kepiluan nan perih.” Koreografi adegan ini adalah tubuh-tubuh tak berdosa hangus bergelimpangan, terbunuh sia-sia. Anyir ceceran darah nan menyengat menodai kesucian tanah Bali. Kepanikan, kedikberdayaan, kebingungan mencengkeram masyarakat Bali.

                Namun gulita yang mengungkung  Bali kembali terkuat terang. Rona cerah kembali mewarnai kehidupan. Para wisatawan kembali mereguk keindahan, kenyaman, dan kedamaian Bali dengan hadirnya seorang pemimpin yang arif bijaksana meneduhkan tanah Bali yang mau bekerja keras, tegas, berwibawa dan cermat, menuntun rakyat Bali kepada keharibaan hidup nan tenteram: Bali Mandara, Bali yang maju, aman, damai, dan sejahtera.  

Pesta Seni, Pergulatan Seni Budaya bali

Kiriman : Kadek Suartaya, SSKar., M.Si (Dosen Jurusan Karawitan ISI Denpasar)

Pesta Kesenian Bali (PKB) yang digulirkan gubernur Ida Bagus Mantra adalah bentuk perlindungan  dan kedermawanan bersifat kelembagaan yang kini sudah berusia 37 tahun. PKB tahun 2015 ini mengangkat tema “Jagaddhita: Memperkokoh Kesejahteraan Masyarakat”. Selama lebih dari seperempat abad ini, berbagai ekspresi seni dilestarikan dan dikembangkan. Bentuk-bentuk kesenian yang muncul pada zaman kejayaan dinasti Dalem Waturenggong, direkontruksi dan diaktualisasikan sejak era Mantra. Dari segi pengembangan, dapat disebut misalnya sendratari kolosal yang digelar di panggung besar Ardha Candra adalah “mercusuar” PKB.

Bali diidentikan dengan jagat seni. Ada pula generalisasi bahwa semua orang Bali adalah seniman. Memang sejak dulu atmosfir Bali tak pernah sepi dari merdunya suara gamelan, lenggang orang menari, senandung hening kidung, tutur dan petuah mangku dalang, dan seterusnya. Kehadiran beragam ungkapan seni itu seirama dengan denyut dan tarikan nafas religius masyarakatnya dalam semangat kolektif sekaha-sekaha kesenian di banjar atau dalam ketulusan ngayah di pura-pura.

            Tetapi ketika zaman berubah dan kini ketika globalisasi menerjang, masih utuhkan harmoni dan romatisme kesenian Bali itu? Seperti kita ketahui era kesejagatan yang lazim bertiup dengan transformasi budaya sudah tentu membawa guncangan besar dan kecil pada tata kehidupan dan prilaku masyarakatnya. Dunia ide dan rasa dalam selimut  estetika yang disebut kesenian Bali, rupanya tak juga luput dari “provokasi” semangat zaman. Kendati secara historis Bali memiliki pengalaman yang cukup teruji mengelola dan mengarahkan ekspresi seninya, tapi agaknya sebagian masyarakat Bali kekinian mulai berjarak dengan keseniannya sendiri dan sedang menggapai-gapai candu estetika jagat global.

Selengkapnya dapat unduh disini

Kodo & Suar Agung Collaboration

Kodo & Suar Agung Collaboration

Negara 22 November 2015 (Sun)

Place / Pura Jagat Nata Open Stage (Open 18:30)

 

Denpasar 24 November 2015 (Tue)

Place ? ISI, Natya Mandala open Stage (open 18:30)

Kodo & Suar

 

FSRD ISI Denpasar Gelar Lomba Komik Strip

FSRD ISI Denpasar Gelar Lomba Komik Strip

FSRD ISI Denpasar tak pernah berhenti untuk terus meningkatkan kualitas dosen dan mahasiswa dalam berbagai kegiatan. Salah satunya dengan cara menjaring kemampuan mahasiswa lewat berbagai lomba. Program Studi Desain Komunikasi Visual (DKV) FSRD ISI Denpasar pada tanggal 5 November 2015, menggelar lomba komik strip bertempat di FSRD ISI Denpasar. Menurut Ketua Panitia Pelaksana A.A. Gde Bagus Udayana, S.Sn., M.Si yang diwakili oleh Drs. Cok G.R Padmanaba, M.Erg bahwa lomba komik strip ini merupakan program bersama antara Prodi Desain Interior dan Prodi Desain Komunikasi Visual serta melibatkan mahasiswa dari prodi di lingkungan FSRD ISI Denpasar. Peserta yang terlibat adalah sebanyak 150 orang yang terdiri dari PS Seni Rupa Murni 20 mahasiswa, PS Kriya sebanyak 15 mahasiswa, PS Interior sebanyak 20 mahasiswa, PS DKV 50 mahasiswa, PS Fotografi 15 mahasiswa, PS Desain Mode 15 mahasiswa serta PS Film dan Tv sebanyak 15 mahasiswa.

Ketua panitia juga menyampaikan bahwa walaupaun acara ini terselenggara dalam situasi masa UTS, namun antuasias dan semangat perserta sangat tinggi. Disampaikan pula bahwa lomba komik strip ini berlangsung selama 1 hari yang mengambil tema “Mengangkat Keunggulan Lokal Dalam Komik Strip”. Untuk menghasilkan penilaian lomba yang berkualitas dan objektif maka dihadirkan 3 dewan juri yang berkompeten di bidang komik dan kartun yaitu Drs. Made Paramartha yang lebih akrab disapa Janggo Paramartha, Bapak Ida Bagus Ratu Antoni, S.Sn., M.Sn yang lebih dikenal dengan Mones serta Coema H Riberu yang disapa Cece Riberu.

Sementara Dekan Fakultas Seni Rupa dan Desain ISI Denpasar, Dra. Ni Made Rinu, M.Si dalam sambutannya menyambut baik kegiatan ini dan berharap kegiatan serupa dapat digelar secara rutin untuk menggali potensi-potensi mahasiswa dalam bidang komik. Dekan juga mengharapkan agar mahasiswa dapat menghasilkan karya terbaik. Untuk menghasilkan karya dengan kualitas baik maka pekerjaan tersebut harus dilakukan dengan senang hati serta gembira. Terlebih lagi dewan juri yang hadir adalah orang-orang yang berkompeten dibidangnya.

Setelah berdasarkan pertimbangan yang matang akhirnya dewan juri memutuskan pemenang lomba komik strip yaitu juara I adalah I Putu Yudhi Aditya dari DKV, juara II I Wayan Eka Sudam Bariana dari DKV, juara III Dicky Aditya Artha dari DKV, Harapan I Gede Dio Fredico dari DKV, Harapan II I Gede Sukarya dari Seni Murni serta harapan III diraih oleh Made Agata Guritna dari Desain Interior.

Loading...