Fungsi Seni Lukis Bali Modern Anak Agung Gede Sobrat

Feb 5, 2010 | Artikel

Oleh A.A Gede Yugus, Dosen Dosen Jurusan Seni Rupa Murni, Fakultas Seni Rupa dan Desain, Internet Seminar Indonesia Denpasar, diterbitkan dalam jurnal mudra edisi september 2007.

Saat berkarya seni, seniman  tidak dapat berkarya tanpa mulai mempertimbangkan “dewasa” positif dan negatif.  Nilai spiritual yang  bersifat relegius magis, seperti gambar rerajahan, gambar bbcggsimbol-simbol pretima, merupakan gambar yang  sangat disucikan, sehingga baru bisa  dikeluarkan pada waktu-waktu tertentu, seperti pada odalan dan hari-hari suci lainnya. Namun karya seni lukis dijumpai pada  bangunan suci yang difungsikan sebagai penghias pada upacra keagamaan, yakni  untuk  hiasan dinding, hiasan pada ider-ider, kober, langse, umbul-umbul, atau lelontek. Dalam hal ini umumnya karya-karya lukisan selalu mengambil tema dari mitologi seperti ceritera Mahabrata dan Ramayana yang bersumber dari buku-buku ajaran agama Hindu. Akan tetapi bentuk lukisan rerajahan yang digambarkan di atas kain putih berupa perpaduan aksara suci yang berujud Ong Kara (simbol Tuhan ). Sebelum memulai melukis para seniman mesti melakukan doa agar apa yang digoreskan mendapat kesucian dan mewujudkan sepirit (Arsana, 2004:205).

Dalam perkembangan berikutnnya seni lukis Bali juga tidak menutup diri dari pengaruh-pengaruh  Barat. Pengaruh ini sudah ada sebelum pemerintah kolonial Belanda berkehendak menguasai penuh Pulau Bali awal abad XX. Hal ini terbukti dengan adanya patra jahe, patra punggel, patra cina, dan  patra olanda dalam pembendaharaan dalam seni lukis di Bali, atau pada patra awangga, campuran gaya ukiran Bali, Belanda, dan Tiongkok (Darmawan, 2006:22).

Tahun 1920-an dibuka kantor pariwisata di Singaraja. Karya ukiran-ukiran sejak tahun itu mulai diproduksi dalam volume yang semakin meningkat dan wisatawan yang berkunjung semakin meningkat. Muncul  pemilahan yang  jelas antara pungsi yang bersifat relegius lama juru gambar  yang masih bertahan  dengan fungsi komersial sekuler yang  baru berkembang. Selain  istilah juru gambar, muncul, istilah “seniman lukis”. Tema karya-karyanya masih  terangkat dari unsur-unsur  kesenian lama, seperti relief, ceritera Tantri, dan fabel.

Selanjutnya, terjadi  perkembangan   mendapat pengaruh seniman asing tersebut (Anonim,1978). Di samping itu,  kedua seniman ini banyak membawa pengaruh dan perubahan  pada bidang seni lukis di Bali. Selain itu, terjadi perpaduan budaya antara pelukis Bali yang telah memiliki keterampilan teknik tradisional yang tinggi dengan pelukis asing ata Barat (R. Bonnet dan Walter Spies ) yang menguasai teknik baru  dari Barat.

Akibat perpaduan  budaya tersebut  menyebabkan seniman-seniman muda Bali membuka diri, terutama perkembangannya sikap toleransi terhadap konsep-konsep baru yang dinilai positif  untuk meningkatkan wawasan, pengetahuan seni, dan yang  lainnya. Kontak budaya ini terus berlangsung sehingga terbentuklah perkumpulan pelukis yang di beri nama  Pitha Maha  tahun 1935. Kedua pelukis Barat tersebut,  bersama-sama seniman lokal di Ubud, terus mengadakan pembaharuan, khususnya di bidang seni lukis. Di samping itu Walter Spies dan R.Bonnet memberi pendidikan  kepada  mereka yang belajar melukis dan tertarik terhadap  realis, yakni dengan mempelajari proporsi dan anatomi, kemudian        diolah menjadi corak tradisional yang  bersifat dekoratif. Munculnya R. Bonnet dan Walter Spies di tengah-tengah  pelukis-pelukis Pita Maha melahirkan corak dan identitas terhadap para seniman masing-masing. Hal ini tentunya menimbulkan perbedaan dengan seni lukis yang berkembang sebelumnya. Dalam hal ini  seperti penciptaan seni lukis untuk kepentingan relegius atau keagamaan yang di kerjakan secara komunal, yaitu masyarakat secara bersama-sama mengerjakan, kemudian  pada hasil akhir tidak perlu mencamtumkan identitas penciptanya.

Dari perubahan pola tersebut,  muncullah seniman yang kreatif menonjolkan identitas karyanya, di antaranya di Ubud yang  sangat menonjol adalah pelukis A.A. Gede Sobrat, A.A Gede Meregeg, Ida Bagus Made, I Gusti Nyoman Moleh, I Dewa Ketut Ding, dan puluhan  seniman lukis lainnya. Termasuk di Br. Padang Tegal. Di Pengosekan muncul pelukis I Gusti Ketut Kobot, I Gusti Baret, I Ngendon dan yang  lainya.  Seni lukis Bali modern yang baru tumbuh ini mendapat sentuhan modern dari seni lukis corak Barat sehingga melahirkan berbagai gaya atau stil lukisan dengan ciri khas masing-masing. Sentuhan budaya Barat ini mempercepat proses pematangan dan menumbuhkan barbagai stil seperti lukisan gaya Ubud, Batuan, Pengosekan, Tebesaya, Kutuh, Padang Tegal, dan lain-lainnya. Dari berbagai perubahan dan pembaharuan yang dibawa pelukis Barat tersebut, kemudian muncul tema-tema kehidupan sehari-hari, di samping itu, ciri khas yang kedua adalah munculnya garis anatomi, perspektif, pengertian komposisi, proporsi, sinar bayangan, dan teknik   seni lukis yang lebih disempurnakan.

Salah seorang  pelukis Bali yang menonjol saat itu adalah  pelukis A.A. Gede Sobrat dari Banjar Padang Tegal Ubud. A.A. Gede Sobrat sebagai pelopor  pembaharuan seni lukis Ubud. Bakat seni dari garis  ayah dan juga dari garis ibu. Bakat seni dari garis ibu menurun dari kakeknya bernama I Seleseh, adalah seorang undagi terkemuka di desanya dalam mengerjakan Puri Ubud, dan dari ibu yang sangat menguasai jejaitan banten. A.A. Gede Sobrat dilahirkan  di Banjar Padang Tegal  Ubud, Kabupaten Gianyar. Bakat seninya telah tampak  sejak kecil. Dia selalu senang menonton berbagai pertunjukan kesenian, khususnya pertunjukan wayang kulit, yaitu  bentuk kesenian yang memiliki nilai pendidikan, etika, dan kesenirupaan. Pada usia  belasan tahun, yakni untuk membantu kebutuhan ekonomi keluarga, A.A. Gede Sobrat telah bekerja sebagai penerima telepon di Puri Ubud, yang  saat itu sudah sering menerima kunjungan wisatawan domestik dari mancanegara. Di sinilah awal perkenalan dengan wisatawan, termasuk R.Bonnet dan Walter Spies, yang saat itu sebagai tamu Puri Ubud. Dengan perantara Cokorda Agung Sukawati persahabatan Sobrat dengan tamunya semakin akrab.

Fungsi Seni Lukis Bali Modern Anak Agung Gede Sobrat selengkapnya

Berita Terkini

Kegiatan

Pengumuman

Artikel

KOMERSIALISASI PADA SENI PERTUNJUKAN BALI

Kiriman : Dr. Kadek Suartaya, S.S.Kar., M.Si. Abstrak Dinamika zaman yang terkait dengan gelombang transformasi budaya memunculkan perkembangan, pergeseran dan perubahan terhadap sendi-sendi kehidupan masyarakat Bali. Spesialisasi pada suatu bidang tertentu melahirkan...

Loading...