Seni lukis Kamasan Sebagai Salah Satu Manifestasi Percampuran Antara Seni Lukis Tradisi Indonesia dengan Pengaruh Barat

Dec 14, 2011 | Artikel, Berita

oleh: Drs. I Made Jana, M.Sn., Dosen Kriya Seni Fakultas Seni Rupa dan Desain Internet Seminar Indonesia Denpasar

            Membicarakan seni lukis Kamasan sebagai salah satu manifestasi     percampuran antara seni lukis tradisi Indonesia dengan pengaruh Barat, tidak lepas dari perkembangan peradaban bangsa Indonesia itu sendiri. Berdasarkan catatan sejarah Indonesia menunjukan bahwa sebelum munculnya pengaruh Hindu di Bali, masyarakat Bali di masa lampau telah meletakan dasar yang kuat bagi perkembangan  kebudayaan Bali selanjutnya dan ternyata telah turut memperkaya kebudayaan bangsa Indonesia. Untuk mengetahui dasar-dasar kebudayaan Bali, harus dicari kembali di dalam zaman prasejarah Bali yang merupakan  awal sejarah masyarakat Bali selanjutnya.

            Kalau pada zaman Dharmawangsa  sampai zaman Majapahit berkembang sastra kekawin Mahabharata dan Ramayana serta kidung Panji, pada zaman raja-raja Bali kakawin dan kidung diperbanyak   oleh  pujangga Istana, termasuk terjadi  transformasi sastra kekawin dan kidung menjadi sekar macepat, suatu pengalihan  sastra kawi  menjadi sastra Bali dalam  bentuk    puisi tembang. Diduga saat itulah muncul peparikan Adiparwa, Bharatayuda, Narasoma, dan Bomantaka yang diciptakan berdasarkan wiracarita Mahabharata.

             Pada zaman pemerintahan Dalem Waturenggong, datanglah seorang pendeta dan  sastrawan dari Majapahit, yang bernama; Danghyang Nirartha yang memperkenalkan arsitektur Pura (tempat persembahyangan ) dan Puri (sebagai Istana Raja). Selain itu Danghyang Nirartha telah meninggalkan sejumlah karya dalam bentuk lontar. Pertumbuhan dan perkembangan kesenian pada saat itu ditandai dengan tumbuhnya pusat kesenian di sekitar Istana. Seni yang muncul saat itu merupakan seni keagamaan (religi), dan seni untuk puri (seni keraton). Selain Penciptaan karya seni di atas, kemudian menjadi semakin kompleks, pada masa itu alat-alat perlenggkapan sesajen, seperti lamak, lis, tamiang, penjor, dan bentuk-bentuk jejahitan yang lain dibuat dari daun kelapa atau daun lontar yang ditata, dirangkai menjadi semakin rumit dan artistik. Upacara-upacara dibuat lebih besar  untuk mengagungkan kekuasaan raja dan kemakmuran rakyat, termasuk pembuatan perlengkapan alat ngaben yang disebut petulangan, seperti; lembu, gajah, mina, singa, macan, bebean, geganjan, peti mas, bekang, dan bentuk binatang lainya, serta bade atau wadah (menara) dibuat sangat megah sebagai ekspresi karya seni yang bermutu. Bahan-bahannya dibuat dari bambu, kayu, kertas warna-warni, kertas mas dengan jenis-jenis ukiran yang menarik.  Meninjau perkembangan seni lukis Bali pada masa kejayaan raja-raja Bali, dewasa itu muncul gaya Kamasan, karya lukis berbentuk ornamen dari wayang yang temanya diambil dari Mahabharata dan Ramayana. Teknik pemecahan ruang dan komposisinya menyerupai pertunjukan wayang kulit di atas kelir. Lukisan wayang ini berperan  juga dalam bangunan pura dan puri sebagai penghias langit-langit, sebagai gambar dinding, atau sebagai lukisan alat ritual, seperti lelontek dan ider-ider.

             Dalam perkembangan lebih lanjut, kontak Bali dengan dunia Barat, yang ditandai dengan jatuhnya Bali ke tangan Belanda pada tahun 1906-1908. Kedatangan Belanda  telah mempengaruhi kehidupan masyarakat Bali yang tadinya lamban, bersifat tradisional, dihadapkan kepada hal-hal yang sama sekali baru, cara berpikir rasional serba cepat. Dalam hal ini diperkenalkan sistem pendidikan, didirikan sekolah-sekolah, sistem  pemerintahan, gedung perkantoran dengan gaya Belanda, serta muncul pula motif hias yang disebut patra Holanda.

              Sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangan  kebudayaan Bali, pada tahun 1930-an kesenian Bali, seni rupa khususnya mengalami perubahan  bentuk dan isi. Apabila di zaman raja-raja Bali, pusat kesenian berada di Klungkung dan sekitarnya, pada masa pemerintahan Belanda pusat kegiatan seni rupa berpindah ke Ubud, Gianyar. Perpindahan ini membawa akibat perubahan gaya dan tema terhadap perkembangan seni rupa Bali. hal ini ditandai oleh kedatangan dua pelukis, Walter Spies yang berkebangsaan Jerman, dan Rudolf Bonnet, berkebangsan Belanda yang menetap di Ubud.

           Berdasarkan perkembangan sejarah kebudayaan Bali, dari zaman pra-sejarah, zaman raja-raja di Bali, maupun pada zaman pemerinhan Belanda dapat memberikan gambaran kepada kita terkait dengan topik yang akan dibahas, dalam hal ini dapat ditelusuri bagaimana tradisi-tradisi kebudayaan Jawa Hindu dapat berkembang dengan baik ke dalam kebudayaan Bali, khususnya dalam bidang kesenian. Dan perkembangan lebih lanjut  dengan datangnya dua tokoh seniman Barat, membuat kesenian Bali (seni rupa, seni pahat, seni lukis), menjadi lebih dinamis.

Seni lukis Kamasan Sebagai Salah Satu Manifestasi Percampuran Antara Seni Lukis Tradisi Indonesia dengan Pengaruh Barat selengkapnya

Berita Terkini

Kegiatan

Pengumuman

Artikel

KOMERSIALISASI PADA SENI PERTUNJUKAN BALI

Kiriman : Dr. Kadek Suartaya, S.S.Kar., M.Si. Abstrak Dinamika zaman yang terkait dengan gelombang transformasi budaya memunculkan perkembangan, pergeseran dan perubahan terhadap sendi-sendi kehidupan masyarakat Bali. Spesialisasi pada suatu bidang tertentu melahirkan...

Loading...