Kiriman: I Putu Ajus Citra Cahyadi, C.Ajeng Rona Yulintang, Prashinta D.S Khaffila, Wina Ferninaindis (Mahasiswa Jurusan Tv dan Film ISI Denpasar).
Denpasar- I Wayan Sutirtha S.Sn.,M.Sn merupakan salah satu dosen dari Jurusan Tari ISI Denpasar yang terlibat dalam Acara Art Summit yang diselenggarakan pada Selasa (8/10) di ISI Denpasar. Dalam pagelaran tersebut Bapak Sutirtha lebih menonjolkan Tarian Kontenporer yang bertemakan “Tangkep”. Tangkep sendiri merupakan kata dari Bahasa Bali yang memiliki arti “Ekspresi”, dalam garapan tersebut beliau lebih mengutamakan Ekspresi wajah si penari itu sendiri, ekspresi wajah tersebut beliau ambil dari tarian Bali pada umumnya, yang kemudian beliau kembangkan sehingga menghasilkan sebuah karya yang luar biasa dengan tema yang sangat sederhana. Beliau hanya membutuhkan waktu satu hari untuk merenungkan garapannya tersebut, memang waktu yang sangat singkat jika dilihat dengan hasil yang begitu sempurna,walaupun beliau dapat mengkonsep garapan dengan singkat, beliau juga membutuhkan waktu yang cukup lama untuk memproses garapan itu, kurang lebih 1,5 bulan agar garapan tersebut bisa ditampilkan pada acara Art Summit.
Beberapa tahun ini beliau dikenal sebagai sosok yang banyak sekali memiliki karya seni tari kreasi. Karya tari kreasinya memiliki ciri yang khas, yaitu dalam setiap pagelarannya, memiliki adegan akrobatik. Belakangan ini, akrobatik belum banyak dipakai dalam penggarapan sebuah tari kreasi Bali. Dan beberapa kali menggarap kontemporer. Beberapa karyanya adalah, Tari Amerta Mahosadi, sebagai tari kebesaran POLTEKES tahun 2012. Lalu, menggarap tari kontemporer Tabuh Rah, yang berjudul antara Ritual dan Judi yang juga akan beliau jadikan sebagai bahan thesis.
Sampai tahun ini Bapak Wayan Sutirtha belum banyak menelurkan karya kontemporer. Tetapi beliau memiliki misi untuk menggarap sebuah karya bertema permainan untuk mengenalkan akar budaya Bali kepada anak-anak usia dini. Hal ini akan memotivasi masyarakat juga, untuk mengenal budaya tari dan melestarikannya. Sehingga masyarakat luas akan semakin mencintai budaya Bali beserta seluruh komponen lembaga dan organisasinya. Demikian tanggapan Bapak Sutirtha saat diwawncaridi tengah kesibukannya menggarap kontemporer, “Itu juga sebuah langkah awal, semoga ISI (Institut Seni Indonesia) semakin dicintai orang kedepannya’ ungkap Sutirtha.