Oleh: Kadek Suartaya, Dosen PS Seni Karawitan
Seni pertunjukan klasik Bali kini semakin terpinggir. Teater tua Gambuh misalnya kemungkinan hanya bisa dipergoki dalam upacara keagamaan yang tergolong besar. Demikian pula Wayang Wong semakin sulit untuk menjumpai pementasannya. Bahkan salah satu seni karawitan Bali yang disebut Gambang sudah menuju kepunahannya. Beberapa bentuk seni klasik tradisional Bali yang lainnya hidup segan mati pun pasrah. Sementara itu, sebagian masyarakat pendukungnya semakin tak hirau dengan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam ekspresi seni klasik itu.
Mungkin sebagai bentuk kepedulian terhadap keberadaan seni klasik Bali yang sedang merana itu, Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-32 tahun 2010 ini memberikan porsi yang cukup luas untuk penampilan seni klasik. Tengoklah pada minggu pertama PKB, telah diisi dengan empat bentuk pagelaran seni klasik, semuanya berlangung pagi-siang hari. Pada Senin (14/6) tampil tari klasik Barong Banjarangkan, Klungkung, Selasa (15/6) diperdengarkan karawitan klasik Caruk Kabupaten Bangli, Rabu (16/6) ditampilkan karawitan klasik Slonding Kabupaten Gianyar, dan Sabtu (19/6) dihadirkan karawitan klasik Gambang Kabupaten Badung.
Penampilan tari klasik Kumara Eka Banjar Lepang, Banjarangkan, Klungkung di kalangan Ayodia, Taman Budaya Bali, disaksikan ratusan penonton. Suguhan seni pentas para penabuh dan penari yang rata-rata berusia remaja itu cukup meyakinkan. Bertitik tolak dari lakon Barong Swari, para seniman muda yang energik ini mencoba memberikan interpretasi tema PKB ke-32 dalam implementasi sajian seninya. Tema PKB XXXII, Sudamala: Mendalami Kemunian Nurani diejawantahkan dengan lakon ruwatan yang dipetik dari mitologi Siwa Tatwa.
Alkisah karena sebuah aib, Dewa Siwa menghukum istrinya, Dewi Uma, dengan mengusirnya ke bumi. Dalam wujud raksasa, Uma menjadi penguasa dunia kematian dengan sebutan Durga. Bersama para pengikutnya, Dewi Durga membuat ulah dan menebar bencana sehingga kehidupan menjadi kacau balau. Untuk menghindiri prahara yang lebih mengerikan, Dewa Siwa mengutus Tri Semaya menenteramankan kembali kehidupan di dunia. Tri Semaya yang terdiri dari Dewa Wisnu, Dewa Brahma, dan Dewa Iswara turun ke mayapada menjadi Telek, Topeng Bang, dan Banaspati Raja memerangi teror menakutkan Dewi Durga. Durga kalah dan disadarkan. Kehidupan alam semesta kembali harmonis.