Jumat 22 Juli 2016 diselenggarakan Seminar Nasional yang diselenggarakan oleh Mahasiswa Program Pascasarjana (S2) Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar Angkatan 2015 bertempat di Lantai 2 Gedung Citta Kelangen ISI Denpasar. Seminar nasional kali ini berjudul “Menggali Tradisi dalam Digiculture” dan dihadiri oleh tamu undangan, seniman, dosen, dan juga mahasiswa S2 ISI Denpasar. Acara seminar diawali oleh laporan dari Ketua Panitia kemudian disusul dengan sambutan direktur Pascasarjana ISI Denpasar (Dr. I Ketut Sariada, SST., M.Si). Acara kemudian dilanjutkan dengan sambutan dari Rektor ISI Denpasar (Prof. Dr. I Gede Arya Sugiartha, S.SKar., M.Hum) sekaligus membuka secara resmi acara Seminar Nasional tersebut. Pelaksanaan seminar nasional ini dilatarbelakangi oleh perkembangan teknologi digital yang sangat pesat dalam beberapa tahun terakhir dan telah memberikan pengaruh secara signifikan atas proses berkesenian, penyajian, dan cara menikmati hasil kesenian yang dilakukan oleh seniman dan masyarakat.
Kehadiran teknologi digital di tengah aktivitas kreatif manusia pun pada titik kulminasi eksperimentasi teknologi pada kenyataannya berkorelasi dengan ketercapaian tingkat peradaban manusia, di mana perangkat “teknologi digital” telah menggeser pemahaman “logika matematis” konvensional. Pada tingkatan ini capaian teknologi digital pada gilirannya mampu menghadirkan satu realitas baru berupa munculnya istilah digi-culture atau ‘budaya digital’.
Adapun fokus Seminar Nasional ini mengarah pada persoalan atas fenomena digi-culture. Di antaranya :
- Apakah sesungguhnya budaya digital dan Bagaimana wujud perilaku digital?
- Bagaimanakah cara pelaku seni dalam mengoptimalkan idenya di era teknologi digital, termasuk juga bagaimana menggali nilai tradisi dan mengkonservasinya dalam konteks budaya digital?
- Secara praktis, seperti apakah proses terjadinya kolaborasi antara budaya digital dengan seni tradisi, pengetahuan dan kearifan lokal, serta bagaimana respon masyarakat terhadap tantangan budaya digital?
Untuk menjawab ketiga permasalahan tersebut, seminar nasional ini menghadirkan dua orang penyaji dan dibagi menjadi dua sesi. Sesi pertama dibawakan oleh Prof. M. Dwi Marianto, M.FA., Ph.D. (Guru Besar Seni Rupa dari ISI Yogyakarta). Dalam presentasinya yang berjudul “Menjadi Subjek, bukan Objek, dalam Digiculture”, ia membahas tentang pengaruh teknologi terhadap kebudayaan dimana gairah untuk memakai dan memiliki gadget begitu besar, mengakibatkan perubahan dalam keseharian, memengaruhi selera dan pola tingkah-laku, memberi kemudahan, sekaligus ekses budayanya. Teknologi-teknologi media digital telah secara nyata mengubah cara-cara manusia berinteraksi dan mengaktualisasi diri, budaya seperti itulah yang kemudian disebut dengan “digital culture”. Dalam presentasinya ia juga memberitahu kiat-kiat dalam menyikapi realita ini, dan mengambil pelajaran dan hikmah dari hal tersebut.
Sesi berikutnya kemudian dilanjutkan oleh pembicara kedua, yaitu Prof. Dr. Sri Hastanto. S.Kar. (Guru Besar Etnomusikologi dari ISI Surakarta). Dalam presentasinya yang berjudul “Mengorbitkan Local Wisdom dalam Musik Nusantara dengan Memanfaatkan Teknologi Digital” ia membahas tentang pengaruh teknologi digital terhadap musik nusantara. Bagaimana menyikapi secara bijak dalam menghadapi globalisasi termasuk teknologi digital serta memanfaatkan kearifan lokal sebagai perisai yang paling ampuh dalam menangkal globalisasi dan juga merupakan senjata yang paling efektif dalam mempertahankan bahkan mengibarkan jati diri kita di mata dunia.
Seminar Nasional ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu modal untuk menyambut era MEA terutama di bidang inovasi artistik berbasis pada pemanfaatan teknologi digital guna meningkatkan potensi Ekonomi Kreatif khususnya di bidang seni.