JAKARTA- Selasa, 3 Januari 2012.
Pemerintah berencana mengubah Institut Seni Indonesia dan sekolah tinggi serupa lain menjadi Institut Seni dan Budaya Indonesia. Perubahan itu diharapkan memperkuat pengajaran soal kebudayaan. Namun, rencana itu dinilai tak perlu dilakukan.
Wacana mengubah Institut Seni Indonesia (ISI) menjadi Institut Seni dan Budaya Indonesia (ISBI) dilontarkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh beberapa waktu lalu. Hal itu dilakukan sebagai bentuk kepedulian pemerintah terhadap bidang kebudayaan. Namun, Nuh sendiri belum bisa menjabarkan konsep ISBI karena masih akan mencari masukan.
Ketua Forum Guru Besar dan Empu Seni sekaligus Guru Besar Institut Kesenian Jakarta Sardono W Kusumo, Senin (2/1), mengatakan, sebelum melontarkan pembentukan ISBI itu, para rektor ISI dan sekolah tinggi seni lainnya tak pernah diajak bicara. Mereka baru dipanggil Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Bidang Kebudayaan Wiendu Nuryanti setelah ide itu dilontarkan Nuh dalam dialog antarbudayawan dan kalangan akademisi.
Sardono mengatakan, pengubahan ISI menjadi ISBI tak perlu dilakukan karena justru akan membuat rancu. Selama ini ISI sudah melahirkan para pencipta di bidang seni. ”Tidak mudah melekatkan citra ISI sebagai sekolah seni. Rata-rata ISI usianya 40-50 tahun,” katanya.
Ia menilai, ketika kebudayaan dilekatkan pada seni, malah menjadi tidak fokus karena sifat dari institut itu fokus mempelajari bidang ilmu tertentu. ”Kalau ada ISBI, apakah nantinya akan menghasilkan budayawan? Menjadi budayawan itu tidak perlu sekolah khusus,” kata Sardono.
Pilar pendidikan
Institut seni merupakan salah satu dari tiga pilar pendidikan yang dibangun negara, yaitu pendidikan khusus di bidang seni. Pilar pendidikan lain adalah pendidikan teknologi yang diwakili Institut Teknologi Bandung dan Institut Teknologi Surabaya serta ilmu-ilmu lain yang ada di universitas-universitas.
Hal senada diungkapkan Rektor Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta T Slamet Suparno. Ia mengatakan, pembentukan ISBI jangan sampai bertabrakan dengan jurusan ilmu budaya yang ada di universitas-universitas.
Di Indonesia, saat ini ada tujuh institut seni yang besar, yaitu ISI Yogyakarta, ISI Surakarta, ISI Denpasar, ISI Bandung, ISI Padang Panjang, Institut Kesenian Jakarta, dan Sekolah Tinggi Seni Wilwatikta Surabaya.
Sardono mengingatkan, kalau pemerintah ingin mendukung bidang seni dan kebudayaan bukan dengan cara merombak ISI. Pokok persoalan sekarang adalah tidak adanya sekolah menengah seni, yaitu sekolah setingkat SMA yang mengajarkan seni.
Sekolah menengah seni sejak tiga tahun lalu malah diubah menjadi sekolah menengah kejuruan (SMK). SMK memang mengajarkan seni, tetapi bentuknya sudah berupa produk jadi. Siswa tinggal menerapkannya dan tidak diajarkan untuk mencipta kreasi seni.
Keberadaan sekolah menengah seni sangat dibutuhkan untuk mengajarkan seni sejak dini. Karena tidak ada sekolah menengah seni, seseorang yang akan masuk ke ISI tidak memiliki dasar kuat untuk menjadi seniman. (IND)
sumber : kompas.com