Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar menerima kunjungan Prsiden Seoul Institute Of The Arts Duk-Hyung, Yoo beserta rombongan pada Selasa (8/8) kemarin di Gedung Nitya Mandala ISI Denpasar. Kunjungan balasan tersebut, ditandai dengan penandatanganan kerjasama atau MoU di bidang Tri Dharma Perguruan Tinggi oleh Rekktor ISI Denpasar dengan Presiden Seoul Institute Of The Arts, Korea Selatan.
Rektor ISI Denpasar Prof. Dr. I Gede Arya Sugiartha, S.S.Kar., M.Hum., menyampaikan, kolaborasi antar perguruan tinggi seni, beda negara ini bakal menarik. Pasalnya, Seoul Institute Of The Art dikenal menggunakan teknologi serba digital, sedangkan di ISI Denpasar meskipun kalah di bidang teknologi, namun unggul di bidang kesenian tradisional. “Kerjasama ini bakal menarik, kita padukan teknologi dan seni yang kita miliki, karena mereka juga sangat kagum dengan kekayaan tradisi kita,” terangnya usai penandatanganan MoU.
Ditambahkannya, Seoul Institute Of The Art merupakan mitra yang tidak asing lagi. Karena, beberapa dosen ISI Denpasar sempat menjadi pengajar seni di lembaga tersebut. Menindaklanjuti kerjasama tersebut, Arya mengaku memfokuskan pertukaran dosen dan mahasiswa antar-kedua lembaga. “Kita lebih dulu mengunjungi mereka, bahkan beberapa dosen kita pernah mengajar di sana. Target yang kita utamakan pertukaran mahasiswa atau dosen, ini untuk mencapai visi ISI Denpasar sebagai pusat unggulan seni budaya berbasis kearifan lokal berwawasan universal,” sebutnya.
Sementara itu, Duk-Hyung, Yoo berharap , kerjasama tersebut berkelanjutan. Ia mengaku sangat kagum dengan kekayaan tradisi Indonesia dan Bali pada khususnya, yang tak padam meski digilas arus globalisasi. “Kita tak bisa menghindari perubahan zaman. Jika kerjasama ini tidak dilanjutkan, maka gengerasi muda kami akan kehilangan tradisi leluhurnya,” terangnya.
Ia mengaku, Seoul Institute Of The Art memiliki 3000 mahasiswa, dan mempunyai kesamaan dengan ISI Denpasar, yakni sama-sama mengelola program studi seni. Hanya saja, di Korea Selatan, budaya tradisional sudah mulai ditinggalkan. “Sepanjang hidup saya mempelajari kesenian. Dua tahun terakhir saya intens mempelajari budaya Indonesia dan Bali, saya sangat kagum dengan kesenian di sini, terlebih keanekaragaman penduduknya yang tetap harmonis. Ini hal yang saya impikan sepanjang hidup saya,” pungkasnya.