Ratusan mahasiswa Fakultas Seni Rupa dan Design Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar tampak antusias mengikuti workshop yang menghadirkan narasumber Millie Cattlin, seorang dosen dari Royal Melbourne Institute of Technology (RMIT) Australia. Workshop digelar sebagai salah satu bentuk kerjasama ISI Denpasar dengan Konsulat Jenderal (Konjen) Australia di Bali.
“Kedatangan Mrs Millie dari RMIT Australia merupakan momentum yang baik bagi kami, sebab mahasiswa bisa menambah pengetahuan, dimana tadi sudah dijelaskan soal lanskap yang berkaitan dengan Prodi Design Interior FSRD ISI Denpasar,” ungkap Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Alumni FSRD ISI Denpasar, Ni Kadek Dwiani, SS, M,Hum usai workshop di Gedung Natya Mandala, ISI Denpasar, Senin (15/10).
Millie, lanjutnya, secara gamblang telah membagi ilmu bagaimana menghasilkan suatu project yang tepat guna, menggunakan teknologi yang minim tapi tetap berkualitas. Dengan demikian, karya yang dihasilkan akan bisa menekan anggaran, efektif dan efisien. “Tadi dari mahasiswa kami juga memberikan respon yang cukup baik. Pada sesi tanya-jawab, diskusi berjalan dengan sangat mengalir, membuktikan materi ini memang sangat penting,” tambahya.
Dwi percaya, konsep-konsep yang ditawarkan oleh penyaji dapat diterapkan oleh anak didiknya, termasuk nantinya mengadopsikan dengan kearifan-kearifan lokal yang ada, sehingga tercipta karya yang baik. “Intinya anak-anak diajarkan untuk membuat ide sekreatif mungkin dengan mengedapankan kearifan lokal yang ada,” tandasnya.
Sementara Konsul Australia di Bali, Drew Boekel menambahkan, kegiatan tersebut merupakan salah satu upaya pihaknya di bidang diplomasi publik dan mempromosikan pendidikan. “Jadi pekerjaan kami tidak hanya khusus pada kasus konsulat, tapi sebenarnya ada fokus pada diplomasi publik dan mempromosikan pendidikan. Kami suka memperkenalkan pengetahuan, pikiran, kebudayaan Australia dengan mahasiswa Indonesia, dan ke depan semoga bisa berkolaborasi bersama, seperti RMIT dengan ISI Denpasar hari ini,” katanya.
Melalui diskusi-diskusi semacam itu, lanjut Boekel, diharapkan dapat menjembatani jarak kebudayaan antara Indonesia dan Australia. Ia pun menyatakan kesiapannya untuk membantu apabila ada suatu institusi yang membutuhkan pembicara dari Australia, dalam berbagai bidang ilmu apapun.