Sebagai satu-satunya perguruan tinggi seni di Bali, Istitut Seni Indonesia (ISI) Denpasar melalui Lembaga Penelitian Pengabdian Kepada Masyarakat dan Pengembangan Pendidikan (LP2MPP) secara konsisten melakukan rekonstruksi (membangkitkan kembali) seni-seni yang pernah hidup di masa lalu.
Pada Minggu (20/8) bertempat di Desa Kerambitan, Kecamatan Kerambitan, Kabupaten Tabanan, tim LP2MPP memulai kegiatan rekonstruksi kesenian Wayang Kopang dengan melibatkan 111 siswa SMA/SMK, pegawai dan guru di sekolah sekitar Kecamatan Kerambitan dan sekolah lain di Tabanan. Demikian dikatakan Ketua LP2MPP ISI Denpasar DR I Gusti Ngurah Ardana Mrg., di sela pembukaan.
Ngurah Ardana menceritakan, tahun 2014, pihaknya melakukan pemetaan seni di Kabupaten Tabanan, kemudian diketahui bahwa di Desa Kerambitan terdapat seni lukis wayang yang gayanya mirib dengan seni lukis Wayang Kamasan, yang bernama Wayang Kopang. “Penemu gaya lukisan ini sudah meninggal, kemudian pewaris kedua juga sudah meninggal. Sekarang berdiri sanggar Kopang, tapi pengelola (IB Ketut Suta) terkendala fasilitas. Untuk itu, kami dari ISI Denpasar merasa terpanggil melaksanakan kewajiban kami,” kata Ardana.
Terkait dilibatkannya ratusan pelajar tersebut, Ardana menjelaskan ide itu muncul lantaran sulitnya membangun generasi penerus yang bakal menekuni seni Wayang Kopang. “Setelah kita rekonstruksi, kami harap ada generasi berkelanjutan sehingga eksistensi kesenian ini tetap hidup, untuk itu kami libatkan pelajar. Sebenarnya kami target 50 tapi pesertanya sangat antusias, kami terpaksa batasi dulu,” tuturnya sembari menyampaikan hasil rekonstruksi selama tiga bulan bakal dipamerkan di setiap even yang diikuti ISI Denpasar, serta memamerkan di obyek wisata seperti di Puri Agung Kerambitan.
Dalam kesempatan yang sama, pengelola Sanggar Kopang IB Ketut Suta memaparkan, Wayang Kopang diciptakan oleh I Gusti Wayan Kopang (alm) sekitar tahun 1930-an. Berdasarkan berbagai sumber, ia mengatakan gaya wayang tersebut memang diciptakan sendiri oleh yang bersangkutan. “Karya Beliau memang berbeda sekali dari segi karakter, ekspresi (gerak), pewarnaannya sangat sederhana, menjiwai seni sehingga memiliki karakter yang khas. Gengerasi beliau ingin melestarikan karya beliau, sehingga kami mendirikan Sanggar Kopang,” pungkas Suta.