Sumber : bali.antaranews.com
Denpasar (ANTARA) – Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar memantapkan wawasan mahasiswa mengenai perkembangan tipografi digital melalui lokakarya dengan menghadirkan narasumber kalangan profesional pada 16-17 Mei 2019.
“Dengan kegiatan ini, selain menambah wawasan mahasiswa terhadap perkembangan tipografi (ilmu mengenai huruf dan abjad, red.) digital, sekaligus menambah ‘skill’ atau kemampuan mahasiswa dalam membuat huruf, serta bagaimana memasarkan karya yang telah dihasilkan secara ‘online’,” kata ketua panitia kegiatan itu, Ida Bagus Trinawindu, di Denpasar, Kamis.
Lokakarya diikuti 50 mahasiswa Jurusan Desain Komunikasi Visual (DKV) Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) ISI Denpasar bertempat di laboratorium komputer kampus setempat.
“Lulusan DKV mempunyai jangkauan kerja yang sangat luas karena dibutuhkan di setiap instansi dan perusahaan, serta yang paling membanggakan berpeluang membuka lapangan kerja sendiri seperti sebagian besar alumnus DKV,” ujarnya.
Trinawindu mengemukakan tidak ada alasan lulusan Jurusan DKV menganggur.
“Kemarin saja Polda Bali meminta lulusan kami bekerja di sana, tugasnya ya mendesain spanduk dan yang berhubungan dengan dunia seni desain font,” ucapnya.
Dia mencontohkan dalam membuat spanduk imbauan dan pengumuman saja, ada rumus tersendiri yang hanya dipahami mereka yang bergelut di DKV.
“Ada hitung-hitungan atau rumus untuk menentukan tinggi huruf dengan jarak baca. Jadi tidak sembarangan,” kata Trinawindu.
Alit Suarnegara, seorang narasumber dalam lokakarya yang juga seorang “font maker” asal Kabupaten Gianyar, mengatakan tipografi bisa didefinisikan seni cetak atau tata yang merupakan suatu kesenian dan teknik memilih dan menata huruf dengan pengaturan penyebarannya pada ruang yang tersedia, untuk menciptakan kesan tertentu, guna kenyamanan membaca seoptimal mungkin, sedangkan “font maker” profesi menciptakan huruf.
Alit mengaku sejak lima tahun berhasil menciptakan 30 jenis huruf yang telah terjual laris di pasaran. Bahkan, acara dengan “rating” tinggi di salah satu televisi nasional juga menggunakan huruf ciptaannya.
“Belum banyak yang tahu prospek ‘font maker’. Di Bali saja jumlahnya tidak lebih dari 10 orang,” ucapnya.
Menurut alumnus DKV ISI Denpasar itu, pada era digital dewasa ini, seorang “font maker” lebih mudah menjual karyanya memalui internet/website. Karya-karya Alit dapat dilihat di www.alitdesign.net
Eric Kurniawan, narasumber dari Jakarta, yang telah menciptakan puluhan jenis font itu, mengaku di Indonesia jumlah “font maker” berkisar 800 orang, sedangkan kebutuhan cukup banyak.
“Jadi belum seimbang antara produsen dengan konsumen,” ujarnya
Karya Eric juga telah digunakan oleh sejumlah perusahaan fesyen internasional, grup band, penulis buku, serta para “youtuber”. Ac
“Semua perusahaan memerlukan seni anatomi huruf demi menarik minat konsumen, tak terkecuali perusahaan pers,” katanya.
Dekan Fakultas Seni Rupa dan Desain ISI Denpasar Dr AA Bagus Udayana berharap, setelah lokakarya itu, peserta didiknya mendapatkan pencerahan dan motivasi sebagai bekal mengarungi masa depan.
“Terlebih menghadapi era Revolusi Industri 4.0, ‘font maker’ adalah profesi yang sangat relevan karena dalam proses produksinya tidak terikat ruang dan waktu,” ucapnya.
Udayana juga mengajak mahasiswanya untuk memanfaatkan pasar di dunia maya karena ada banyak peluang menghasilkan pundi-pundi rupiah di tempat itu.
“Tipografi ini adalah salah satu elemen DKV. Bayangkan satu elemen saja bisa menghasilkan banyak sekali sesuatu, belum lagi elemen lain. Yang dibutuhkan hanya kreativitas dan inovasi, lalu jadilah anda wirausaha yang sukses di masa depan,” ujarnya.