Sumber : https://www.antarabali.com/berita/107208/isi-denpasar-daftarkan-hak-cipta-ketug-bumi-video
Denpasar (Antara Bali) – Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar akan mendaftarkan hak cipta untuk karya seni “Ketug Bumi” yang merupakan garapan dari beragam jenis musik pukul.
“Hal itu sebagai upaya untuk melindungi manfaat ekonomi dari hasil karya seni yang dikreasikan para dosen dan dipentaskan pada pembukaan pawai Pesta Kesenian Bali (PKB),” kata Rektor ISI Denpasar, Prof Dr. I Gede Arya Sugiartha, S.SKar., M.Hum, di sela latihan “Ketug Bumi” di Denpasar, Kamis.
Ia mengatakan, karya seni garapan para akademisi tersebut menjadi penanda sejarah dalam membangkitkan kesenian untuk menghasilkan karya cipta monumental sehingga para penikmat seni mendapatkan pengalaman baru.
Selain itu, pihaknya juga telah mengajukan beberapa hak cipta untuk karya Prof I Wayan Dibia, Tari Manuk Rawa, Tari Cilinaya, dan garapan seni yang lainnya.
Sementara itu, garapan “Adi Merdangga” yang telah dipentaskan selama 31 tahun (1984-2015) belum diajukan hak ciptanya, karena karya kolektif.
Untuk itu, pemetasan karya besar “Ketug Bumi” akan mampu menjadi ikon baru dalam PKB mendatang yang dibuka pada hari Sabtu (10/6) di Lapangan Niti Mandala.
Ia menambahkan, pementasan tersebut tetap mempertahankan tradisi yang menjadi kearifan lokal budaya Bali melalui kolaborasi dengan kesenian lainnya.
Upaya tersebut untuk menampilkan karya baru sehingga menjadi kejutan bagi para penonton maupun masyarakat Bali yang akan menghadiri acara tersebut.
Kegiatan tersebut juga menjadi pertunjukan inovasi dan kreativitas yang dilakukan lembaga pendidikan ISI Denpasar yang memiliki visi menjadi kampus sebagai pusat unggulan dalam bidang seni budaya yang berbasis kearifan lokal dan berwawasan universal.
“Untuk itu, kami akan menampilkan penampilan yang terbaik yang melibatkan semua civitas akademika ISI Denpasar,” ucapnya
Ia mengharapkan dukungan semua pihak akan mendorong kegiatan tersebut dapat berjalan dengan baik dan berdampak terhadap citra Bali dalam mempertahankan kelestarian budaya dan sebagai daerah tujuan wisatawan baik lokal, nasional maupun internasional.
Nantinya, masyarakat tetap memberikan kritik dan saran yang membangun dalam penampilan “Ketug Bumi” yang baru berjalan memasuki tahun ketiga itu, khususnya dalam menerapkan pola-pola pementasan karya seni yang ditampilkan selama kegiatan berlangsung. (WDY)