by dwigunawati | Mar 29, 2011 | Berita, pengumuman
Dalam rangkaian pelaksanaan Pesta Kesenian Bali (PKB) XXXIII Tahun 2011, Dinas Kebudayaan Provinsi Bali mengadakan Workshop Film Dokumenter yang dilaksanakan di Gedung Ksirarnawa Taman Budaya Denpasar, Jumat 18 Maret 2011.
Workshop yang dihadiri oleh kurang lebih 40 peserta yang terdiri dari Pemerintah Kabupaten se-Bali, Biro Humas dan Protokol Setda Provinsi Bali, Dinas Pariwisata, Dinas Perhubungan dan Komunikasi Provinsi Bali, Fak. Ilmu Komunikasi Universitas Dwijendra, SMKN I Denpasar SMKN 1 Sukawati dan Internet Seminar Indonesia Denpasar yang diwakili oleh UPT. PUSKOM di buka langsung oleh Sekretaris Dinas Kebudayaan Provinsi Bali. Dalam acara tersebut juga dilakukan pemutaran Film Dokumenter ‘Ring Of Fire seri 4” karya Lawrence Blair yang dilanjutkan dengan sesi tanya jawab tentang penggarapan Filmnya tersebut. Lawrence Blair adalah Antropolog yang menggeluti Film Dokumenter sejak 1970-an. Lawrence Blair adalah salah satu orang yang banyak berjasa memperkenalkan Bali dan Indonesia ke seluruh Dunia dengan film-film dokumenternya mengenai Indonesia. Lawrence Blair bersama adiknya melakukan perjalanan keliling Indonesia untuk membuat sebuah film dokumenter yang nantinya selain menjadi tontonan publik juga mempunyai nilai sejarah.
Selain Lawrence Blair hadir juga dalam workshop tersebut Bapak Hadiartomo yang menjabarkan beberapa panduan membuat film dokumenter. Dari penjabarannya tersebut bisa diambil kesimpulan bahwa film dokumenter antara yang satu dengan lainnya itu terdapat perbedaan gaya penuturannya sehingga kita bisa menyimak dan mempelajari perbedaan gayanya tersebut. Selain itu, memilih topik dan objek penelitian, struktur film serta menganalisis kebutuhan membuat film. Yang tidak kalah penting dalam pembuatan film dokumenter ini adalah sumber pembiayaan disamping juga pasti dalam pengambilan gambar atau yang di sebut shooting yang sebaiknya untuk diikuti agar ketika shooting tidak mengalami kesalahpahaman, blocking, camera angle, tata cahaya, rehearsal, shoot.
Selain memberikan penjabaran, Pak Hadi langsung mengajak peserta workshop terjun ke lapangan untuk mempraktekkan cara pengambilan gambar sesuai dengan penjabaran materi yang diberikkan. Diharapkan dengan diberikannya praktek langsung kepada para peserta workshop, mereka dapat memahami materi yang telah diberikan. Karena hanya dengan langsung melakukan praktek kita dapat mengetahui kendala-kendala yang terjadi selama pembuatan film.
Dengan diadakannya workshop film dokumenter ini diharapkan para pembuat film dapat menghasilkan karya lebih baik lagi.
by dwigunawati | Mar 22, 2011 | Berita, pengumuman
Hal ini terungkap dalam Seminar sehari yang dilaksanakan oleh PT. Telkom Tbk tersebut bekerja sama dengan Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta Wilayah VIII mengambil tema Road Show Smart Campus Telkom DBS “Enhancing Competitive Advantage Through ICT Development Towards a World Class University“ berlangsung di Hotel Nikki Bali pada hari Selasa tanggal 15 Maret 2011.
Seminar tersebut dihadiri sekitar + 85 peserta dari Sekolah dan Universitas Negeri dan Swasta se-Bali dan NTT. Adapun Pembicara pada Seminar tersebut diantaranya adalah : Koordinator Kopertis Wilayah VIII Prof. Dr. Ir. I Nyoman Sucipta M.P, Ketua Aptikom Prof. Dr. Ir. Ricardus Eko Indrajit, Msc., MBA. Selain itu Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr. I Made Bakta, Sp.PD (KHOM) dan Deputy Executive General Manager Telkom DBS Ir. Achmad Sugiarto, MM juga menjadi pembicara pada seminar sehari tersebut.
Dalam pembahasannya Bapak Eko yang menjadi salah satu pembicara pada seminar tersebut menegaskan bahwa Sumber Daya Manusia (SDM) dalam ICT adalah rodanya pendidikan karena kalau sumber daya manusianya tidak memahami tentang perkembangan teknologi yang sedang berkembang maka pendidikan tidak akan mengalami kemajuan dan kita akan tertinggal jauh dari Negara lain. Kita sebagai orang tua tidak mungkin mengajarkan anak-anak kita seperti gaya dulu lagi karena anak-anak sekarang sudah pinter teknologi bahkan mungkin lebih pinter dari kita. Kata pak Eko’’. Prof. Dr. dr. I Made Bakta, Sp.PD (KHOM) yang menjabat sebagai Rektor Universitas Udayana juga mengatakan bahwa pentingnya teknologi yang mempermudah jaringan maupun akses antar Fakultas , Dosen maupun Mahasiswa, bahkan ke manca negara sekalipun. Terbukti dengan Universitas Udayana mampu meraih webometrics (Ranking Web of World University) yang merupakan salah satu ajang yang membuktikan bahwa universitas tersebut diakui dunia. Selain UNUD, Internet Seminar Indonesia Denpasar yang merupakan satu-satunya Institut yang berlatar belakang seni telah masuk juga dalam webometrics dengan mendapatkan peringkat di bawah UNUD sehingga Prof. Bakta sangat bangga dengan pencapaian ISI Denpasar yang mampu bersaing dengan Universitas lainnya yang berbeda latar belakangnya.
Pada seminar tersebut PT. Telkom juga menjabarkan program smart campusnya yang tertuang dalam SIA ( Sistem Informasi Akademik ) yaitu system informasi manajemen kampus yang berbasis web yang memungkinkan Perguruan Tinggi (Campus) melakukan administrasi terpadu dan terpusat sekaligus memberikan akses informasi yang transparan bagi stakeholder lain (orang tua dan masyarakat).Begitu banyak keunggulan dari Sistem Informasi Akademik ini diantaranya adalah : Solusi layanan terpadu system administrasi, Kompatibel dengan laporan DIKTI, Sistem Informasi berbasiskan Web (Web Based Information System), Dapat dikustominasi dan mudah diaplikasikan, Pengiriman laporan Mahasiswa melalui e-mail, SMS dan MMS, Kolaborasi kampus yang memiliki banyak cabang atau kolaborasi antar kampus yang berbeda secara online. Selain itu acara juga diisi dengan penandatanganan kesepakatan (MOU) antara sekolah maupun universitas yang menjalin kerjasama dengan PT. Telkom Tbk.
by dwigunawati | Feb 18, 2011 | Berita, pengumuman
Era globalisasi telah menciptakan gelombang persaingan yang ketat dan berdampak luar biasa. Dampak paling hebat bisa dirasakan pada aspek ekonomi dan teknologi. Bagi negara berkembang yang ingin mengikuti pentas persaingan, penguasaan terhadap teknologi merupakan prasyarat agar mampu tampil ke depan, berdiri sejajar dengan bangsa lain.
Manusia dan teknologi tidak dapat dipisahkan. Teknologi terkandung dalam diri dan cara-cara hidup manusia dalam masyarakat. Sebaliknya teknologi tidak dapat terlepas dari manusia karena teknologi itu ada karena ciptaan manusia. Kemampuan berpikir manusia yang sistematis, analitis, dan mendalam mampu menghasilkan ilmu pengetahuan. Dari ilmu pengetahuan lahir teknologi, yang mendorong nilai tambah terhadap hasil budi daya manusia.
Sejak BJ Habibie dilantik sebagai Menteri Negara Riset dan Teknologi (1978), banyak terjadi perubahan fundamental pada kegiatan-kegiatan penelitian di Indonesia. Dia mengarahkan penelitian agar lebih terfokus untuk menghasilkan teknologi yang diterapkan bagi pembangunan. Awal tahun 1983, lahir gagasan Habibie tentang konsep transformasi industri nasional. Gagasan ini muncul pertama pada ceramah umum di Bandung, yang kemudian resmi dipublikasikan pada 14 juni 1983 di Bonn, Jerman, dengan judul “Beberapa Pemikiran Tentang Strategi Transformasi Industri Suatu Negara Sedang Berkembang”.
Habibie mambangun konsep transformasi industri dengan “mulai dari akhir dan berakhir di awal”. Artinya, bahwa akhir berarti tahap akhir dari suatu proses penahapan secara evolutif pengembangan produk teknologi yang secara klasik telah ditempuh oleh industri negara-negara maju. Proses mulai dari tahap awal berupa penelitian dasar sampai dengan tahap akhir berupa perakitan dan pemasaran produk. Jadi, konsep Habibie berupa proses transformasi teknologi nasional dimulai dari perakitan dan pemasaran produk untuk dan kembali untuk pengembangan dan inovasi produk industri.
Dalam transformasi ini, Habibie membuat tahapan yang disebut satuan mikro-evolutif yang dipercepat atau micro-accelerated evolution unit (MAEU). Ia sering menggelorakan pembaharuan terhadap teknologi dengan slogannya, “kita tidak bisa membuat sebuah penemuan ulang suatu teknologi yang sudah lama ditemukan bangsa lain sebab kita akan tertinggal”.
Pemikiran dasar Habibie untuk membangun teknologi Indonesia terwujud dalam empat tahap penting. Pertama, pemasaran produk dengan pemasaran jaringan produk pendukung atau “purnajual” sampai jumlah tertentu yang memungkinkan memproduksi produk tersebut. Kedua, produksi dengan lisensi, dimulai dengan mengembangkan jaringan “pengendalian dan pengamanan mutu” atau quality control and quality assurance dengan penekanan biaya dan peningkatan kualitas produk.
Ketiga, pengembangan teknologi dengan memanfaatkan disiplin Ilmu Pengetahuan Terapan yang tepat dan berguna untuk menciptakan produk baru. Keempat, melaksanakan riset dalam Ilmu Dasar dan Ilmu Terapan yang biasanya dilaksanakan di universitas atau lembaga penelitian atas beban pemerintah.
Karya nyata dari proses yang digambarkan Habibie tepat dan dapat dibuktikan dengan “Proyek Pembangunan Industri Dirgantara IPTN dan Prasarananya di Puspiptek, ITB, dan IPTN. Proses tahap pertama dan kedua termanifestasi dalam CASA 212, CN-235. Tahap kedua, untuk N-250 dan N-2130. Tahap ketiga dilaksanakan di IPTN untuk N-250 dan N-2130. Terakhir, dilaksanakan di IPTN, Puspiptek, BPPT, LIPI, ITB, dan sebagainya. Meski memakan waktu seperempat abad, karya nyata dapat diberikan bangsa Indonesia dengan terbang perdananya N-250 pada 10 Agustus 1995.
Di antara pemikiran Habibie, yang menonjol adalah gagasan link & match. Sebuah usaha menciptakan sinergi antara kurikulum pendidikan dan kebutuhan praktis dunia industri. Dari ide itu, ia berhasil menciptakan sinergi IPTN dengan ITB Bandung dalam teknologi dirgantara, PT PAL Surabaya bersinergi dengan ITS Surabaya dalam bidang perkapalan dan kelautan. Institut Teknologi Indonesia (ITI) Serpong bersinergi dengan Pusat Penelitian dan Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspiptek). Semua ini adalah upaya agar lembaga penelitian dan perguruan tinggi sebagai mitra usaha dapat mempercepat difusi kemajuan teknologi dan kemampuan inovasi.
Salah satu pasal dalam hidup Habibie bahwa iptek pada gilirannya dapat selalu berada pada posisi strategis dalam pelaksanaan pembangunan nasional. Habibie juga merealisasikan gagasan “kota berbasis ilmu pengetahuan atau science based city (SBC)” yang bertujuan untuk meningkatkan kemitraan antara Puspiptek dan lembaga iptek di luar Puspiptek. Begitu pula science based industrian park (SBIP), dirancang untuk meningkatkan kemitraan Puspiptek dengan sektor swasta (industri) guna mengatasi masalah industri dalam pengembangan inovasi.
Buku yang ditulis oleh seorang negarawan dan “paus” teknologi ini merupakan hasil refleksi, kajian dan gambaran mengenai potensi teknologi yang dapat digunakan bagi kemajuan, serta upaya kemandirian bangsa. Pembaca dapat lebih paham mengenai pemikiran dan kontribusi BJ Habibie terhadap peradaban teknologi di Indonesia. Sesungguhnya teknologi mempunyai posisi dan peran yang strategis bagi suatu bangsa apabila teknologi tersebut dimanfaatkan secara efektif dan efisien.
Poin penting yang ditekankan Habibie, ia ingin mengembangkan kekayaan Indonesia yang paling berharga, yaitu sumber daya manusia (SDM) yang terbarukan. Untuk mengembangkan keterampilan SDM, mereka tidak cukup hanya disosialisasikan ke dalam proses-proses padat karya, tetapi juga harus diperkenalkan dengan proses-proses produksi yang berteknologi tinggi.
*Peresensi adalah Fuad Hasan; pecinta buku, tinggal di Semarang.
Sumber: kompas.com