by dwigunawati | Jun 30, 2011 | Berita, Galeri
Penata
Nama : I Kadek Sumiarta
Nim : 200701018
Program Studi : Seni Tari
Sinopsis :
Mengisahkan kekuatan cinta Sampik dan Ing Thai yang tak tergoyahkan……..yang tak pupus oleh keegoisan orang tua Ing Thai. Meski dalam kehidupannya cinta mereka teruji begitu berat. Namun kekuatan cinta yang tulus mempersatukan mereka di dunia akhir, yang membuktikan bahwa kasih sayang mereka abadi selamanya.
Pendukung Tari :
1. I Gusti Ayu Sri Widhya Ningsih
2. I Made Nova Antara
Penata Iringan : I Wayan Ary Wijaya, S.Sn
Pendukung Iringan : Palawara Music Company
Ujian Tugas Akhir FSP Gelombang I Tahun 2011
by dwigunawati | Jun 28, 2011 | Berita, Galeri
Penata
Nama : I Gede Agus Nasa Suryastawa
Nim : 2007 02 048
Program Studi : Seni Karawitan
Sinopsis :
Dua rasa, dua warna, dua karakter musik dalam diri membuat dilema hidup hitam dan putih. Jalan yang akan dilalui berat untuk melepaskan keduanya…
Dengan media barang bekas sebagai pendukung musik, instrumen Suling dan Simbal Hat yang menjadi karakter dalam dua aliran musik (Tradisi dan Modern).
Melalui pencarian yang panjang, perjalanan waktu kian tertuju, salah satu yang akan dijalani berat untuk melepaskan diri. Dilema ini akan coba dipecahkan melalui pencarian jati diri yang sesungguhnya(Seeking of Spirit) adalah tujuan utama
Pendukung Karawitan :
Crew Eka Wakya Banjar Paketan dan Pemuda Lovina
Ujian Tugas Akhir FSP Gelombang I Tahun 2011
by dwigunawati | Jun 27, 2011 | Berita, Galeri
Penata
Nama : Ni Made Liza Anggara Dewi
Nim : 200701032
Program Studi : Seni Tari
Sinopsis :
Retna Predana ialah sebuah istilah yang berarti wanita utama dalam Bahasa Kawi. Wanita utama adalah pribadi yang mampu melaksanakan apa yang menjadi tugas dan kewajibannya sehari-hari. Masyarakat Hindu di Bali yang begitu kental dengan pelaksanaan upacara keagamaan, mengharuskan kaum wanitanya terampil dalam membuat sarana upacara. Digambarkan dengan sekelompok gadis Hindu Bali yang cantik dan ulet yang sedang melakukan aktifitas mejejaitan, ditrasformasikan menjadi sebuah karya tari kreasi yang berjudul Retna Pradana.
Penata Karawitan : I Made Subandi, S.Sn
Pendukung Tari : Mahasiswa ISI Denpasar Smtr II dan VI Tari
Pendukung Karawitan : Sanggar Ceraken Batuyang
Ujian Tugas Akhir FSP Gelombang I Tahun 2011
by dwigunawati | Jun 24, 2011 | Berita, pengumuman
Jakarta — Nasionalisme dan rasa kebangsaan di Indonesia berakar pada sejarah, bukan pada kekuasaan atau hegemoni ideologi. Ciri khas pandangan hidup atau falsafah hidupnya berbeda dengan bangsa lain, karena diangkat dari nilai-nilai kultural melalui sebuah kerja kreatif dan filosofis pendiri bangsa.
Alasan tersebutlah yang dijadikan dasar mengapa pendidikan Pancasila diperlukan sebagai dasar pembentukan karakter bangsa. “Pancasila merupakan realisasi filosofis asli bangsa Indonesia,” ujar Wakil Menteri Pendidikan Nasional Fasli Jalal saat berbicara dalam seminar “Revitalisasi dan Reaktualisasi Nilai-Nilai Pancasila dalam Rangka Penguatan Karakter Bangsa”, di Gedung Nusantara IV DPR RI, Rabu (22/6).
Selama ini, semua komponen tentang nilai-nilai Pancasila telah diajarkan di sekolah melalui mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan maupun agama. Sekarang, kata Fasli, ada tekanan supaya judul Pancasila diperkokoh. “Sehingga dari judul itu akan membuat standar isi dan standar kompetensi menjadi jelas,” katanya.
Pendidikan Pancasila bertujuan untuk mengembangkan peserta didik menjadi manusia Indonesia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta Tanah Air yang berkarakter Pancasila. Dalam kesempatan tersebut Fasli mengurai strategi seperti apa yang bisa dilakukan pada level pendidikan dasar dan menengah dan pada level perguruan tinggi.
Strategi jangka pendek (tahun ini) untuk pendidikan dasar dan menengah dilakukan penguatan pelaksanaan pendidikan Pancasila pada kurikulum yang ada. Artinya, pelajaran pendidikan kewarganegaraan yang ada harus disampaikan melalui pendekatan-pendekatan yang kooperatif, interaktif, eksploratif, kritis, dan memecahkan masalah (problem solving).
“Kita tidak perlu habis energi membahas rumah-rumah itu (Pancasila). Lebih baik kita laksanakan lebih banyak, dengan guru mencari cara-cara yang lebih dialogis,” tuturnya. “Bagaimana keadaan lingkungan di luar sekolah yang merusak dan mengganggu kepercayaan anak-anak didik dijauhkan sehingga tidak ada standar ganda yang berakibat tidak terjadi internalisasi. Diberikan teori, tapi kenyataan tidak seperti itu. Penihilan dari upaya-upaya,” ujarnya melanjutkan.
Sedangkan untuk model penilaiannya, dapat menggunakan penilaian yang berdasarkan pada perbuatan dengan penilaian otentik. Penilaian otentik dapat berupa catatan kegiatan, catatan anekdot, skala sikap, catatan tindakan, koleksi pekerjaan, tugas individu, tugas kelompok atau kelas, sampai pada tes standar prestasi dan standar psikologi.
Untuk jangka menengah (2012), kata Fasli, perlu penataan ulang kurikulum. Apakah pendidikan Pancasila sebagai mata pelajaran tersendiri, atau masuk pada pendidikan kewarganegaraan atau pendidikan Pancasila dan kewarganegaraan (PPKn).
Pada perguruan tinggi, Fasli menyampaikan ada empat strategi yang bisa dilakukan, yaitu revitalisasi, reaktualisasi, restorasi, dan reformulasi. Dalam implementasinya ada tiga pendekatan, yaitu social-cultural developmentmelalui penciptaan dan pembiasaan perilaku dalam kehidupan sehari-hari masyarakat, psycho-paedagogical development melalui perkembangan psikologis seseorang melalui proses belajar, dan socio-political development melalui berbagai intervensi kebijakan politik.
Penataan ulang kurikulum di perguruan tinggi, kata Fasli, akan dilakukan dengan memasukkan kembali pendidikan Pancasila sebagai kurikulum wajib tingkat nasional. Penguatan karakter bangsa melalui pembiasaan, tradisi, dan budaya akademik yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila. “Akan ditinjau ulang produk kebijakan negara yang berkaitan dengan bidang pendidikan tinggi agar lebih dijiwai oleh nilai-nilai Pancasila,” ujarnya. (aline)
Sumber : kemdiknas.go.id
by dwigunawati | Jun 22, 2011 | Berita, Galeri
Penata
Nama : I Gusti Ngurah Alit Supariawan
NIM : 2007.02.011
Program Studi : Seni Karawitan
Sinopsis :
“Kualit” berasal dari kata kual dan alit, kual berarti nakal dan alit berarti kecil. Kualit yang dimaksud adalah sebuah tingkah laku anak-anak sering memberikan kenangan yang indah. Kenakalan masa kanak-kanak tersebut menjadi inspirasi yang cukup menarik bagi penata untuk di garap kedalam sebuah komposisi karawitan. Garapan ini menggunakan media ungkap Angklung Kebyar dengan mengolah unsur-unsur musikal seperti melodi, ritme, dan tempo, sehingga melahirkan sebuah komposisi karawitan kreasi baru yang berjudul Kualit.
Pendukung Karawitan : Sekaha Angklung Guna Karya, Br. Adat Pangsan, Kec. Petang, Kab. Badung.
Ujian Tugas Akhir FSP Gelombang I Tahun 2011