Kiriman: Nyoman Lia Susanthi, S.S., M.A (Dosen PS Pedalangan).
Gianyar- Kerusakan hutan yang membabi buta menjadi ispirasi Gus Teja yang berstatus sebagai mahasiswa Pascasarjana ISI Denpasar untuk menciptakan karya tugas akhir S2 berjudul Mualas Mangke, yang dipentaskan pada 9 Juni 2013 bertempat di hutan bambu, Desa Junjungan, Ubud -Gianyar. Mualas Mangke adalah sebuah garapan musik kontemporer yang dilatarbelakangi oleh kasus kerusakan hutan yang sangat memprihatinkan. Mualas Mangke berasal dari kata “mue” yang berarti “muka”, “alas” berarti “hutan” dan “mangke” berarti sekarang atau saat ini”. Garapan yang berdurasi sekitar 45 menit ini menggabungkan alat-alat musik dengan sound scape (alat non musical instruments) serta Gus Teja menciptakan karya original yaitu suling yang terbuat dari batang bambu yang masih hidup. Mualas Mangke disajikan secara audio dan visual.
Diawali dengan alunan suling yang mengisahkan trentang keindahan hutan nan asri, sejuk dan rindang. Kemudian disusul dengan kisah pengerusakan hutan oleh orang-orang tidak bertanggung jawab dengan menggunakan besi, palu, gergaji listrik sebagai nada keras yang mempu menggambarkan kendisi rusaknya hutan oleh manusia.
Klimaks dari garapan ini memunculkan lom-loman (alat peledak terbuat dari bambu) yang mempu mencerminkan suasana mencekam, serta ketakutan, hingga berbagai binatang yang salah satunya burung beterbangan pergi meninggalkan hutan. Sebagai intropeksi, Gus Teja muncul kembali diakhir cerita dengan mengalunkan suling sebagai tanda keprihatinan terhadap alam. Garapan ini merupakan ekspresi keprihatinan Agus Teja Sentosa terhadap kerusakan hutan yang semakin menggila. “Semoa melalui garapan ini semakin menyadarkan manusia betapa pentingnya lingkungan bagi kehidupan” ungkap Gus Teja.
Sebelumnya pada hari yang sama Gus Teja menampilkan garapan musik sebagai iringan tari yang berjudul Nara Dewi bertempat di Pura Desa Adat Junjungan. Karya musik yang diciptakan tahun 2005 ini juga bagian dari persyaratan untuk mendapatkan gelar magister seni. Menurut Direktur Pascasarjana ISI Denpasar. Prof. Dr. I Wayan Rai S., M.A., apapun karya ciptanya agar mahasiswa pasca tidak lari dari identitas tradisi. Untuk mahasiswa dari seni pertunjukkan akan menampikan 2 karya yaitu 1 hasil karya cipta baik tari, tabuh ataupun seni pertunjukkan bersifat tradisi, sebelum menampilkan karya kontemporernya yang tetap memunculkan local genius.